Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (November 2023)

writter Lanjar Nafi Taulat Ibrahimsyah

Bank Indonesia (BI) dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) November 2023 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan 7 hari reverse repo rate pada level 6%. Keputusan ini diambil sebagai respons terhadap inflasi yang terkendali dan pemulihan rupiah yang masih dalam kondisi rapuh. Meskipun terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia, BI tetap optimistis dengan trajectory pertumbuhan yang solid, didorong oleh konsumsi domestik dan investasi.

 

Penguatan rupiah terhadap dolar AS, setelah menjadi yang terlemah di antara mata uang negara berkembang, memberikan dukungan terhadap kebijakan saat ini. BI yang baru saja menaikkan suku bunga bulan lalu kini memilih untuk menunggu dan mengevaluasi langkah kebijakan berikutnya. Di sisi lain, BI akan terus menggunakan alat pasar untuk meratakan volatilitas mata uang yang masih ada.

 

Dalam menjaga stabilitas rupiah dan mengendalikan inflasi, BI tetap berkomitmen menghadapi ketidakpastian global dan kenaikan biaya bahan bakar. Pihak BI berjanji menjaga inflasi dalam target 1,5%-3,5% tahun depan setelah berhasil membatasi kenaikan tingkat inflasi dalam rentang 2%-4% pada tahun 2023.

 

Data terbaru menunjukkan pertumbuhan kredit perbankan pada bulan Oktober mencapai 8,99% YoY, melampaui pencapaian bulan September sebesar 8,7%. Sementara itu, pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah pada Oktober mencapai 14,68%, dan UMKM tumbuh sebesar 8,36%, didukung oleh penyaluran Kredit Usaha Rakyat.

 

Pertumbuhan kredit ini didorong oleh kinerja positif sektor korporasi dan pembiayaan rumah tangga. Secara sektoral, sektor jasa dan pertambangan menjadi penggerak utama pertumbuhan kredit. BI tetap optimistis bahwa pertumbuhan kredit perbankan akan mencapai kisaran 9%-11% hingga akhir tahun ini, mendukung pemulihan ekonomi nasional.

 

BI menyampaikan evaluasi kondisi ekonomi global, menyoroti perlambatan pertumbuhan dunia disertai tingginya tingkat ketidakpastian. Ekonomi Amerika masih tumbuh kuat, didorong oleh konsumsi rumah tangga dan sektor jasa domestik, sementara Tiongkok mengalami perbaikan meski masih dalam tren penurunan.

 

Pada tahun 2023, diperkirakan ekonomi global akan tumbuh sebesar 2,9%, akan tetapi proyeksi pertumbuhan melambat menjadi 2,8% pada tahun berikutnya. Tingginya tingkat inflasi, terutama di negara-negara maju, meskipun secara bertahap mulai mereda, akan membuat suku bunga acuan—termasuk Federal Funds Rate di Amerika, tetap tinggi dalam jangka waktu yang cukup lama.

 

BI juga menyampaikan bahwa tingginya suku bunga mengakibatkan imbal hasil obligasi pemerintah di negara-negara maju meningkat. Di Amerika, peningkatan ini dipengaruhi oleh risiko yang tinggi terkait kebutuhan utang untuk pembiayaan fiskal. Ketidakpastian di pasar global berlanjut dan memberikan tekanan terhadap nilai tukar, termasuk bagi Indonesia. BI pun terus memantau dan merespons dinamika ini untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional.