Pasar saham Amerika Serikat (AS) mengalami volatilitas tinggi sepanjang minggu karena investor bereaksi terhadap kebijakan perdagangan Presiden Donald Trump yang agresif.
Awal pekan diawali dengan aksi jual besar-besaran, dipimpin oleh sektor teknologi, setelah Trump mengindikasikan bahwa kebijakan tarifnya dapat menciptakan “periode transisi” yang penuh ketidakpastian bagi perekonomian AS.
Nasdaq mencatat penurunan harian terbesar sejak tahun 2022, sementara S&P 500 dan Dow Jones juga melemah secara signifikan. Ketidakpastian semakin meningkat setelah Trump menggandakan tarif impor baja dan aluminium dari Kanada, yang memicu kekhawatiran bahwa perang dagang dapat membawa ekonomi AS ke ambang resesi.
Di pertengahan minggu, data inflasi yang lebih rendah daripada perkiraan memberikan sedikit harapan bagi investor, dengan S&P 500 dan Nasdaq sempat menguat berkat saham teknologi.
Namun, euforia itu tak bertahan lama. Eskalasi perang tarif yang melibatkan Uni Eropa kembali mengguncang pasar, dengan Trump mengancam tarif 200% untuk anggur dan minuman keras Eropa sebagai respons atas pajak Uni Eropa terhadap ekspor wiski AS.
Kekhawatiran bahwa kebijakan proteksionisme justru dapat memperburuk inflasi dan memperlambat pertumbuhan ekonomi semakin membebani sentimen pasar, yang tecermin dalam jajak pendapat publik yang menunjukkan meningkatnya ketidakpercayaan terhadap kebijakan ekonomi presiden.
Menjelang akhir pekan, Wall Street mengalami pemulihan, didorong oleh aksi beli di tengah harga saham yang sudah turun tajam. Saham-saham teknologi dan cip memimpin rebound, sementara aset safe haven seperti emas melonjak di atas $3.000 per ons karena investor masih mencari perlindungan dari ketidakpastian ekonomi.
Meskipun data inflasi menunjukkan tren yang lebih jinak, pasar masih dihantui ketidakpastian kebijakan perdagangan yang berubah-ubah, yang bisa menjadi faktor utama dalam menentukan arah pasar ke depan.
Pasar saham Eropa mengalami tekanan signifikan pada awal pekan, terutama akibat kekhawatiran investor terhadap kebijakan tarif AS. Indeks STOXX 600 dan bursa utama di Jerman, Inggris, serta Prancis melemah tajam pada Senin dan Selasa, dengan saham teknologi dan otomotif menjadi sektor yang paling terpukul.
Ketidakpastian terkait kebijakan perdagangan Presiden AS Donald Trump, termasuk kenaikan tarif impor baja dan aluminium dari Kanada, serta ancaman tarif pada mobil Uni Eropa, memperburuk sentimen dan mendorong aksi jual besar-besaran di pasar.
Pada Rabu, bursa Eropa akhirnya berbalik menguat setelah empat hari berturut-turut mengalami pelemahan. Sentimen pasar membaik seiring laporan inflasi AS yang lebih rendah daripada perkiraan, serta adanya perkembangan positif dalam konflik Ukraina-Rusia.
Meski demikian, kenaikan ini hanya berlangsung singkat karena pada Kamis indeks kembali melemah setelah Trump mengancam akan mengenakan tarif tinggi pada produk alkohol dari Uni Eropa. Saham produsen minuman seperti Pernod Ricard dan Campari pun mengalami penurunan signifikan, sementara sektor makanan dan minuman secara keseluruhan ikut tertekan.
Menjelang akhir pekan, pasar Eropa kembali mencatatkan penguatan tajam, dipimpin oleh lonjakan hampir 2% pada indeks DAX Jerman. Sentimen positif ini dipicu oleh kesepakatan bersejarah antara partai politik di Jerman mengenai peningkatan utang negara untuk mendukung belanja pertahanan dan infrastruktur.
Langkah tersebut diharapkan dapat memperkuat ekonomi Jerman dan zona Euro dalam jangka panjang, mendorong optimisme investor, dan memperkuat nilai tukar euro. Meskipun demikian, para analis mengingatkan bahwa tantangan ekonomi global masih berpotensi mengganggu stabilitas pasar di masa mendatang.
Pasar saham Tiongkok mengalami volatilitas tinggi sepanjang pekan ini, dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan geopolitik. Awal minggu dimulai dengan tekanan berat setelah data inflasi menunjukkan kontraksi harga konsumen dan produsen, memperburuk kekhawatiran deflasi yang telah berlangsung sejak tahun lalu.
Sentimen semakin tertekan dengan ancaman tarif tambahan dari AS terhadap industri teknologi Tiongkok, serta keputusan Beijing mengenakan tarif pada beberapa impor dari Kanada. Namun, optimisme sempat muncul pada hari Selasa setelah laporan bahwa Presiden Xi Jinping dan Donald Trump berencana mengadakan pertemuan puncak di AS pada bulan Juni, yang membantu mengangkat indeks saham utama.
Meski ada harapan dari pertemuan bilateral, pasar kembali terseret ke zona merah pada pertengahan minggu karena kekhawatiran mengenai target pertumbuhan ekonomi yang diumumkan dalam rapat Dua Sesi. Ketidakpastian mengenai strategi Beijing dalam menghadapi perang dagang dan persaingan teknologi dengan AS membuat investor bersikap hati-hati.
Sementara itu, saham Hong Kong terus melemah akibat sentimen global yang kurang kondusif. Di Jepang, pasar saham bergerak stagnan setelah Gubernur BOJ Kazuo Ueda mengisyaratkan kemungkinan kenaikan suku bunga, yang memicu spekulasi tentang kebijakan moneter yang lebih ketat.
Akhir pekan membawa angin segar bagi pasar saham Tiongkok, dengan indeks utama melonjak setelah pemerintah mengumumkan konferensi pers tentang langkah-langkah stimulasi konsumsi domestik.
Pengumuman ini meningkatkan harapan bahwa Beijing akan memberikan lebih banyak dukungan kebijakan, termasuk pemangkasan suku bunga dan rasio cadangan bank untuk merangsang perekonomian.
Langkah-langkah tersebut diharapkan dapat mengimbangi tekanan eksternal akibat ketidakpastian global dan kebijakan proteksionisme AS yang semakin agresif.
Pekan ini pasar keuangan Indonesia mengalami tekanan akibat pelemahan rupiah, arus keluar dana asing, dan meningkatnya kekhawatiran fiskal. IHSG dibuka melemah setelah Goldman Sachs menurunkan peringkat investasi Indonesia karena risiko fiskal yang meningkat di bawah kebijakan Presiden Prabowo.
Pada Selasa, tekanan berlanjut dengan IHSG turun 0,79% dan LQ45 melemah 1,06%, dipimpin oleh saham GOTO, AMRT, dan AMMN. Sementara itu, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) turun ke 126,4 dari 127,2. Pasar obligasi juga tertekan dengan imbal hasil tenor 10 tahun naik ke 6,906% seiring keluarnya dana asing.
Di tengah tekanan, pasar sempat rebound pada Rabu dengan IHSG naik 1,82% ke 6.665,04, didorong oleh penguatan saham perbankan seperti BBRI, BBCA, dan BMRI setelah Bank BCA mengumumkan dividen besar senilai Rp36,9 triliun.
Meski demikian, optimisme ini dibayangi oleh pelemahan rupiah ke 16.445 per USD dan naiknya imbal hasil obligasi ke 6,926% setelah Fitch memperkirakan defisit anggaran meningkat ke 2,5% dari PDB pada 2025. Kamis, IHSG kembali melemah 0,26% setelah rilis data APBN menunjukkan defisit Rp31,2 triliun hingga Februari, dengan penurunan penerimaan pajak 30,5% yoy yang memicu kekhawatiran perlambatan ekonomi.
Pada Jumat, tekanan semakin dalam dengan IHSG anjlok 1,98% ke 6.515,63 setelah data APBN menunjukkan penerimaan pajak hanya Rp187,8 triliun, turun 30,19% YoY akibat penurunan harga komoditas dan implementasi sistem Coretax.
Pasar obligasi juga melemah dengan imbal hasil tenor 10 tahun naik ke 6,970%. Rupiah sempat terdepresiasi, tetapi menjelang akhir pekan menguat tipis 0,46% ke 16.350 per USD. Ketidakpastian fiskal yang meningkat menjadi sentimen utama yang membebani pasar keuangan sepanjang pekan ini.