Market Update 14 April 2025

writter Lanjar Nafi

Pasar Amerika: Perang Dagang, Volatilitas, dan Kejutan Pasar

Pasar saham Amerika Serikat (AS) mengalami pekan yang sangat bergejolak, dipicu oleh ketegangan perdagangan yang memanas akibat kebijakan tarif Presiden Donald Trump. Awal pekan dibuka dengan tekanan berat indeks utama seperti S&P 500 dan Dow Jones terseret ke zona merah karena kekhawatiran investor atas inflasi dan perlambatan ekonomi.

Presiden AS berkeras mempertahankan tarif tinggi, bahkan mengancam peningkatan lebih lanjut terhadap Tiongkok, yang membuat volatilitas melonjak dan nilai pasar anjlok triliunan dolar. Harapan sempat muncul pada Selasa pagi, tetapi langsung sirna setelah Gedung Putih menegaskan tarif akan tetap diberlakukan.

Situasi berubah dramatis pada Rabu, ketika Trump mengumumkan penangguhan sementara tarif selama 90 hari untuk sejumlah negara yang langsung disambut euforia pasar. S&P 500 mencatat lonjakan harian terbesar sejak krisis keuangan 2008, sementara Nasdaq melesat tajam. Namun, kegembiraan itu tak bertahan lama.

Pada Kamis, pasar kembali tergelincir setelah kekhawatiran terhadap dampak ekonomi jangka panjang dari perang tarif meningkat, terutama karena konflik dengan Tiongkok terus memburuk meski ada indikasi positif dari data inflasi dan negosiasi dengan Uni Eropa.

Menjelang akhir pekan, Wall Street bisa bernapas lega. Pernyataan menenangkan dari pejabat Federal Reserve bahwa mereka siap menjaga stabilitas keuangan, serta dimulainya musim laporan keuangan dengan hasil di atas ekspektasi, memicu reli pasar pada Jumat.

Meski perang dagang tetap membayangi, S&P 500, Dow Jones, dan Nasdaq menutup minggu ini dengan kenaikan mingguan terbesar dalam lebih dari setahun. Namun, volatilitas ekstrem dan lonjakan ekspektasi inflasi menunjukkan bahwa investor masih harus bersiap menghadapi ketidakpastian tinggi ke depan.

Pasar Eropa: Euforia Sementara di Tengah Bayang Perang Dagang

Pasar saham Eropa mengalami roller coaster dramatis sepanjang pekan ini, dengan gejolak yang dipicu oleh perang dagang global yang semakin memanas. Di awal pekan, indeks STOXX 600 tertekan tajam ke level terendah sejak Januari 2024, di tengah kekhawatiran bahwa Presiden AS takkan mengendurkan tarif agresifnya.

Ketegangan memuncak setelah muncul kabar palsu soal jeda tarif, dan sektor-sektor seperti perbankan serta pertahanan terpukul keras. Kekhawatiran akan resesi dan inflasi mulai merayap, seiring dengan spekulasi bahwa ECB dan The Fed mungkin segera memangkas suku bunga.

Namun, pada Kamis, pasar Eropa mengalami lonjakan terbesar dalam dua tahun setelah Presiden AS tiba-tiba menangguhkan sebagian besar tarif untuk puluhan negara, yang disambut dengan respons positif oleh Uni Eropa yang ikut menahan tarif balasan.

Aksi tersebut memberi harapan bahwa negosiasi masih memungkinkan, dan mendorong investor kembali masuk ke pasar setelah beberapa hari jual panik. Euforia ini sempat meredakan tekanan, meski ketidakpastian tetap tinggi karena tarif terhadap China justru meningkat, dan kebijakan AS terlihat masih sangat cair.

Pada Jumat, ketenangan itu kembali terusik. Tiongkok menaikkan tarif terhadap barang AS menjadi 125%, dan pasar kembali goyah. STOXX 600 ditutup turun tipis, memperpanjang penurunan mingguan menjadi tiga pekan berturut-turut.

Pasar kini menantikan pertemuan ECB minggu depan untuk melihat sejauh mana bank sentral akan bertindak menghadapi risiko pertumbuhan. Sementara itu, fokus investor mulai bergeser ke laporan keuangan kuartal pertama, sebagai barometer nyata seberapa besar dampak ketidakpastian ini terhadap laba dan prospek bisnis di kawasan.

Pasar Asia: Saham Tiongkok Menguat meski Perang Dagang Memanas

Pasar saham Asia, khususnya di kawasan Asia-Pasifik, dibuka melemah pada awal pekan ini, terseret kekhawatiran investor atas memanasnya perang dagang global. Ketegangan dipicu oleh kebijakan tarif impor Presiden AS yang dianggap bisa memukul pertumbuhan ekonomi global.

Sentimen penghindaran risiko pun mendominasi, dengan pasar Hong Kong mencatat pelemahan paling tajam. Analis Schroders memprediksi tarif efektif AS bisa melonjak tajam, memicu inflasi dan menekan ekonomi domestik.

Namun, kondisi mulai membaik sejak Selasa ketika saham Tiongkok bangkit setelah pemerintah merespons keras ancaman tarif tambahan dari AS. Beijing menegaskan akan mengambil tindakan balasan dan menyebut kebijakan Trump sebagai praktik sepihak yang merusak tatanan perdagangan global. Pemerintah Tiongkok juga menunjukkan dukungan kuat untuk pasar domestik dan investasi asing, termasuk lewat komitmen bank sentral dan lembaga investasi negara seperti Central Huijin untuk menjaga stabilitas pasar.

Memasuki pertengahan hingga akhir pekan, pasar Tiongkok terus menguat meskipun AS secara agresif menaikkan tarif hingga mencapai 145%. Tiongkok tidak tinggal diam selain meningkatkan tarif balasan, mereka juga melayangkan protes resmi ke WTO dan memperluas daftar perusahaan AS yang dibatasi.

Di sisi lain, Tiongkok juga mulai menjajaki kerja sama lebih erat dengan Uni Eropa, sebagai langkah strategis untuk menjaga kestabilan perdagangan internasional di tengah ketegangan dengan Washington. Meski diterpa guncangan, pasar saham Tiongkok justru berhasil mempertahankan tren positif hingga akhir pekan.

Pasar Indonesia: IHSG Bangkit dari Tekanan, Pekan Penuh Gejolak Ditutup dengan Optimisme

Pasar saham Indonesia dibuka dengan tekanan berat usai libur panjang Lebaran, seiring gejolak global akibat ketidakpastian kebijakan tarif Presiden AS. Ketika pasar dunia diguncang, IHSG langsung tersungkur hingga trading halt pada Selasa, ditutup melemah hampir 8% ke level 5.996.

Saham-saham big cap perbankan seperti BBRI, BMRI, dan BBCA yang menjadi incaran investor asing jadi sasaran utama aksi jual. Sementara itu, imbal hasil obligasi naik dan rupiah sempat mendekati Rp17.000 per dolar AS sebelum akhirnya berhasil ditahan lewat intervensi agresif dari Bank Indonesia.

Pelemahan berlanjut pada Rabu, meskipun tidak sedalam hari sebelumnya. Ketakutan akan perlambatan pertumbuhan ekonomi Asia akibat dampak tarif mendorong pasar tetap dalam mode defensif. IHSG turun tipis, tetapi saham-saham besar seperti BBCA dan ASII mulai menunjukkan rebound yang cukup sehat. Di sisi lain, imbal hasil obligasi masih naik, menandakan tekanan di pasar surat utang belum sepenuhnya mereda, meskipun rupiah tetap stabil di bawah level Rp16.900 berkat campur tangan Bank Indonesia.

Angin segar mulai terasa pada Kamis setelah Trump menunda sebagian besar tarif, memicu euforia global yang ikut mendorong IHSG melonjak hampir 5%. Saham-saham BUMN seperti BMRI dan BBRI mencatat penguatan signifikan, meskipun investor asing masih mencatatkan net sell.

Optimisme bertambah dengan kabar pembagian dividen oleh bank-bank BUMN serta proyeksi ADB yang memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap solid. Kinerja pasar tetap positif hingga Jumat, meski hanya naik tipis, dengan saham-saham milik konglomerat Prajogo Pangestu memimpin penguatan. Sementara itu, rupiah perlahan menguat ke kisaran Rp16.795, memberi penutup yang relatif stabil untuk pekan yang penuh gejolak ini.


SMBC Indonesia tidak bertanggung jawab atas pernyataan apa pun sehubungan dengan keakuratan atau kelengkapan informasi yang terkandung pada artikel ini atau atas kehilangan atau kerusakan yang timbul dari penggunaan isi artikel ini.
Informasi yang terkandung dalam artikel ini adalah informasi publik, tidak dimaksudkan dan tidak seharusnya menjadi dasar pengambilan keputusan. Pengguna tidak boleh menyalin atau menggunakan isi artikel ini untuk tujuan apa pun atau mengungkapkan isinya kepada orang lain tanpa persetujuan sebelumnya dari SMBC Indonesia. Isi artikel ini dapat berubah tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Pengguna disarankan untuk menilai kemampuan sendiri dalam menanggung risiko keuangan dan lainnya terkait investasi atau produk apa pun, dan untuk membuat penilaian independen atau mencari nasihat independen sehubungan dengan masalah apa pun yang tercantum pada artikel ini.