Manufaktur Ekspansi, Inflasi Melambat, Bank Indonesia Tetap Waspada

writter Lanjar Nafi Taulat Ibrahimsyah

Ekspansi Sektor Manufaktur Indonesia: PMI Capai Puncak Tertinggi dalam 2 Tahun

Pada bulan pertama 2024, sektor manufaktur Indonesia kembali menunjukkan kinerja positif dengan masuk ke zona ekspansi selama 29 bulan berturut-turut. Laporan terbaru dari S&P Global pada Kamis (1/2/2024) mengindikasikan bahwa Purchasing Managers’ Index (PMI) mencapai 52,9 pada bulan Januari, mengalami kenaikan dari angka 52,2 pada bulan sebelumnya, dan mencapai puncak tertinggi sejak Agustus.

PMI, yang menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, memberikan gambaran bahwa sektor manufaktur Indonesia berada dalam fase ekspansi. Hal ini menunjukkan pertumbuhan positif. Kenaikan ini memberikan dorongan pada optimisme dunia usaha, terutama karena produksi manufaktur meningkat selama 20 bulan berturut-turut.

Peningkatan produksi ini terutama disebabkan oleh kenaikan permintaan, termasuk permintaan ekspor yang meningkat. Sejalan dengan peningkatan produksi, dunia usaha juga meningkatkan pembelian bahan baku ke level tertinggi dalam 5 bulan.

Menurut S&P Global, nilai PMI manufaktur Indonesia pada Januari memberikan sinyal positif. Pertumbuhan permintaan dan perbaikan pasokan menyebabkan produksi mencapai puncak tertinggi dalam 2 tahun.

Meskipun ada kekhawatiran terhadap prospek ke depan, optimisme tetap hadir di kalangan pelaku industri. Para pelaku industri di Indonesia masih menunjukkan sikap ekspansif dengan meningkatnya pembelian barang input sebagai indikator positif.

Dengan adanya tanda-tanda positif ini, sektor manufaktur Indonesia tampaknya memasuki tahun 2024 dengan kestabilan dan pertumbuhan yang berkelanjutan. Peningkatan produksi dan permintaan, terutama dari pasar ekspor, menjadi pendorong utama dalam menjaga momentum positif ini.

Inflasi Indonesia Melambat

Badan Pusat Statistik (BPS) baru-baru ini merilis data inflasi untuk periode Januari 2024. Hasilnya menunjukkan perlambatan laju inflasi dibandingkan bulan sebelumnya. BPS mengumumkan inflasi bulanan (month-to-month/mtm) pada Januari adalah sebesar 0,04% yang mana menurun drastis dari angka Desember (mencapai 0,41%). Hasil ini juga di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan inflasi bulanan Januari sebesar 0,27%, seperti yang dihimpun oleh Bloomberg.

Jika dibandingkan dengan Januari 2023 (year-on-year/yoy), inflasi tetap mengalami penurunan, berada pada angka 2,57%. Hal ini sedikit lebih rendah dibandingkan pada bulan sebelumnya yang mencapai 2,61%. Konsensus pasar yang dihimpun Bloomberg memperkirakan inflasi tahunan pada Januari sebesar 2,53%.

Beberapa faktor memengaruhi pergerakan inflasi, di antaranya adalah penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi oleh Pertamina, yang turun sekitar 3-4% untuk Pertamax dan 6-7% untuk Pertamax Turbo pada 1 Januari 2024. Selain itu, pemerintah juga melakukan penyesuaian tarif cukai hasil tembakau pada awal tahun.

Pasca-data inflasi yang rendah pada bulan Januari, Bank Indonesia kemungkinan akan tetap berhati-hati dalam penilaian kebijakan. Meskipun angka inflasi terbilang rendah, Bank Indonesia tetap khawatir pemotongan suku bunga pada tahap ini dapat mengganggu stabilitas rupiah. Selain itu, tekanan dari sisi pasokan semakin meningkat, terutama dengan kenaikan harga beras sebesar 15,65% year on year pada Januari.

Bank Indonesia Pertahankan Kewaspadaan terhadap Inflasi di Tengah Tantangan Global

Setelah data inflasi yang rendah pada Januari, menurut Bloomberg Economics, Bank Indonesia kemungkinan akan tetap hati-hati dalam penilaian kebijakan bulan Februari 2024. Meskipun inflasi terkendali, Bank Indonesia masih khawatir bahwa pemotongan suku bunga saat ini dapat mengganggu nilai tukar rupiah. Harga beras yang naik 15,65% year on year pada Januari juga menambah tekanan.

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengisyaratkan bahwa pemotongan suku bunga mungkin dilakukan, tapi tidak sebelum semester kedua tahun ini. Indeks Harga Konsumen (CPI) pada Januari naik 2,57% year on year, sedikit di atas proyeksi konsensus sebesar 2,53%. Inflasi inti turun menjadi 1,68% year on year, menunjukkan tekanan permintaan masih terkendali.

Meskipun harga bulan ini naik sedikit, ada tanda-tanda kalau tekanan inflasi dapat berlanjut. Pelemahan rupiah dan kenaikan biaya impor, ditambah dengan gangguan transportasi internasional dan pembatasan ekspor global, dapat memengaruhi inflasi. Bank Indonesia tetap berupaya menjaga keseimbangan kebijakan untuk mencapai target inflasi baru sebesar 1,5%-3,5% untuk 2024.


SMBC Indonesia tidak bertanggung jawab atas pernyataan apa pun sehubungan dengan keakuratan atau kelengkapan informasi yang terkandung pada artikel ini atau atas kehilangan atau kerusakan yang timbul dari penggunaan isi artikel ini.
Informasi yang terkandung dalam artikel ini adalah informasi publik, tidak dimaksudkan dan tidak seharusnya menjadi dasar pengambilan keputusan. Pengguna tidak boleh menyalin atau menggunakan isi artikel ini untuk tujuan apa pun atau mengungkapkan isinya kepada orang lain tanpa persetujuan sebelumnya dari SMBC Indonesia. Isi artikel ini dapat berubah tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Pengguna disarankan untuk menilai kemampuan sendiri dalam menanggung risiko keuangan dan lainnya terkait investasi atau produk apa pun, dan untuk membuat penilaian independen atau mencari nasihat independen sehubungan dengan masalah apa pun yang tercantum pada artikel ini.