Bank Indonesia (BI) baru saja mengumumkan keputusan penting dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada 17-18 September 2024. Dalam pertemuan ini, BI memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin (bps) dari 6,25% menjadi 6%. Selain itu, suku bunga Deposit Facility juga diturunkan menjadi 5,25%, sementara suku bunga Lending Facility menjadi 6,75%.
Keputusan ini diambil di tengah ekspektasi pasar yang memprediksi BI akan mempertahankan suku bunga acuan. Namun, hasil akhirnya justru sedikit berbeda dengan prediksi konsensus pasar, yang mana sebagian ekonom memang memprediksi adanya penurunan sebesar 25 bps.
Kini BI berada dalam situasi menantang, terutama dengan adanya keputusan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, yang dijadwalkan segera diumumkan. Berdasarkan data CME FedWatch, peluang penurunan Federal Funds Rate sebesar 25 bps ke level 5% sampai 5,25% berada di angka 37%, sementara kemungkinan pemangkasan yang lebih tajam hingga 50 bps mencapai 63%.
Ke depannya, BI akan terus mencermati berbagai indikator ekonomi, termasuk inflasi yang diperkirakan tetap rendah, penguatan nilai tukar rupiah, dan kebutuhan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Ada kemungkinan ruang penurunan suku bunga lebih lanjut jika kondisi ekonomi mendukung. Namun, BI menegaskan bahwa keputusan akan bergantung pada data ekonomi terbaru.
Dalam kesempatan yang sama, BI melaporkan bahwa pertumbuhan kredit perbankan pada Agustus 2024 mencapai 11,4% (year-on-year/yoy), sedikit melambat dibandingkan pertumbuhan pada bulan sebelumnya yang mencapai 12,4%. Meski demikian, permintaan kredit dari sektor korporasi dan rumah tangga tetap kuat, terutama di sektor industri, listrik, gas, dan air (LGA), serta sektor pengangkutan.
Dari segi penggunaan, pertumbuhan kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi masing-masing tumbuh sebesar 10,75%; 13,08%; dan 10,83%. BI memprediksi pertumbuhan kredit hingga akhir tahun 2024 akan berada di batas atas kisaran 10 sampai 12%.
Selain keputusan suku bunga, BI juga melaporkan adanya aliran modal asing yang terus mengalir ke dalam pasar keuangan Indonesia. Hingga pertengahan September 2024, arus modal asing mencapai USD10,1 miliar atau setara dengan Rp154,98 triliun. Aliran ini terjadi di seluruh instrumen keuangan, termasuk Surat Berharga Negara (SBN), Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), dan saham.
Penguatan aliran modal ini mendukung nilai tukar rupiah yang hingga pertengahan September 2024 tercatat berada di Rp15.330/US$, lebih kuat dibandingkan mata uang regional lainnya seperti won Korea Selatan dan rupe India. BI juga optimis bahwa neraca transaksi modal dan finansial akan tetap terjaga, serta defisit transaksi berjalan diprediksi akan tetap rendah.
BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 akan berada dalam kisaran 4,7%-5,5%, dengan titik tengah pada 5,1%. Upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi ini akan dilakukan melalui sinergi kebijakan moneter dan fiskal, serta reformasi struktural untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga, khususnya di kelas menengah ke atas, serta investasi, terutama di sektor konstruksi yang didorong oleh proyek strategis nasional seperti Ibu Kota Negara (IKN), menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Selain itu, ekspor non-migas juga terus menunjukkan performa yang positif.
Secara keseluruhan, BI tetap berkomitmen untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mendorong pertumbuhan melalui berbagai kebijakan yang mendukung berbagai sektor prioritas, termasuk industri yang menciptakan lapangan kerja dan sektor dengan potensi pertumbuhan baru.