Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 19-20 November 2024 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 6,00%, suku bunga deposit facility di 5,25%, dan suku bunga lending facility di 6,75%.
Keputusan ini diambil untuk memastikan inflasi tetap terkendali sesuai target 2,5±1% pada tahun 2024-2025 dan mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Langkah BI mempertahankan tingkat suku bunga ini didasari oleh:
Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Oktober 2024 tercatat rendah, yaitu 1,71% (yoy), dengan inflasi inti di level 2,21% (yoy). BI meyakini inflasi akan tetap dalam target hingga tahun 2025.
Ketegangan geopolitik global dan kebijakan ekonomi domestik Amerika Serikat (AS) yang semakin proteksionis menyebabkan aliran modal asing keluar dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Nilai tukar rupiah melemah 0,84% (month-to-month) hingga November 2024 akibat penguatan dolar AS. Namun, BI berhasil menjaga stabilitasnya sehingga depresiasi rupiah sepanjang tahun 2024 hanya 2,74%, lebih baik dibanding mata uang regional lainnya seperti dolar Taiwan dan won Korea.
Untuk mendukung stabilitas nilai tukar dan efektivitas kebijakan moneter, BI mengoptimalkan beberapa langkah.
Memanfaatkan Sekuritas Rupiah BI (SRBI), Sekuritas Valas BI (SVBI), dan Sukuk Valas BI (SUVBI) guna menarik aliran masuk modal asing.
BI aktif di pasar valas melalui transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
BI meningkatkan transparansi suku bunga kredit guna mendukung sektor prioritas ekonomi.
Ke depannya, BI tetap memantau prospek inflasi dan dinamika pasar global untuk menentukan langkah kebijakan yang optimal. Kebijakan makroprudensial juga diarahkan untuk mendorong kredit di sektor prioritas, seperti UMKM dan ekonomi hijau, tanpa mengabaikan prinsip kehati-hatian.
Pada kuartal III tahun 2024, ekonomi Indonesia tumbuh 4,95% (yoy), didukung konsumsi rumah tangga, investasi, dan peningkatan ekspor nonmigas. Kuartal IV diperkirakan tetap positif berkat belanja pemerintah, keyakinan konsumen, dan investasi.
Pertumbuhan ekonomi 2024 diproyeksikan berada di kisaran 4,7-5,5% dan akan meningkat pada tahun 2025. Untuk menjaga momentum ini, reformasi struktural—terutama di sektor yang menyerap tenaga kerja—perlu terus dilakukan.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tetap sehat. Surplus neraca perdagangan pada Oktober 2024 mencapai USD 2,5 miliar. Cadangan devisa hingga Oktober 2024 tercatat USD 151,2 miliar; cukup untuk membiayai impor selama 6,6 bulan. Defisit transaksi berjalan diproyeksikan tetap rendah, yaitu sebesar 0,1-0,9% dari PDB.
Meski nilai tukar rupiah melemah 0,84% pada November akibat penguatan dolar AS, hal tersebut masih lebih terkendali dibandingkan mata uang negara lain. Ke depannya, stabilitas rupiah akan didukung oleh kebijakan moneter BI, prospek pertumbuhan ekonomi yang positif, dan imbal hasil aset domestik yang menarik.
Inflasi pada Oktober 2024 tercatat 1,71% (yoy), jauh di bawah target 2,5±1%. Inflasi inti stabil di 2,21%; sementara inflasi pangan menurun ke 0,89%. Dengan sinergi pengendalian harga pangan, BI optimistis inflasi akan tetap terkendali pada 2024-2025.
Kredit perbankan tumbuh kuat sebesar 10,92% (yoy) pada Oktober 2024, terutama di sektor perdagangan, jasa usaha, dan industri. Pembiayaan UMKM juga meningkat, mencerminkan dukungan BI terhadap sektor prioritas seperti ekonomi hijau dan pariwisata.
Transaksi digital terus berkembang pesat pada Oktober 2024:
BI-FAST tumbuh 59,3% (yoy), mencapai 339 juta transaksi.
QRIS tumbuh 183,9% (yoy), dengan 54,1 juta pengguna dan 34,7 juta merchant.
Dengan bauran kebijakan yang seimbang, BI optimis dapat menjaga stabilitas makroekonomi sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan mencapai 4,7-5,5% pada 2024 dan meningkat pada 2025.
Bank Indonesia terus berkomitmen menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Dengan kebijakan terpadu yang mencakup moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran, Indonesia siap menghadapi tantangan global dan memanfaatkan peluang pertumbuhan pada 2025.
Di bawah ini merupakan reksa dana obligasi yang telah turun lebih dari 0,5% dalam 1 bulan terakhir per 19 November 2024 berdasarkan total return.
Ashmore Dana Obligasi Nusantara
Syailendra Fixed Income Fund Kelas A
Manulife Obligasi Negara Indonesia II
Mandiri Investa Dana Obligasi II
Schroder Dana Mantap Plus II
Di bawah ini merupakan reksa dana saham yang telah turun lebih dari 9% dalam 1 bulan terakhir per 19 November 2024 berdasarkan total return.
BNI-AM Pefindo i-Grade
BNI-AM IDX Pefindo Prime Bank
BNI-AM Sri-Kehati
Ashmore Saham Dinamis Nusantara
BNI-AM Indeks IDX Growth 30
BNI-AM Indeks IDX 30
Ashmore Dana Ekuitas Nusantara