Traveling ke Laos: Destinasi Anti-mainstream Penuh Kejutan

writter Rifa Mulyawan

Kita gak perlu jadi populer buat jadi menarik, kan? 

Justru kadang kemisteriusan seseorang malah bikin penasaran, tertarik, hingga akhirnya mencintai sosok itu.  

Nah, hal itulah yang terjadi di antara aku dan Laos. 🇱🇦 

Selamat Datang di Laos! 

Sebagai tujuan traveling, Laos mungkin gak sepopuler negara-negara Asia Tenggara lain.  

Namun, dengan alam yang masih alami, budaya yang kental, dan pengalaman seru yang gak bisa kamu dapat di tempat lain, Laos jadi salah satu destinasi yang justru bikin penasaran.  

Apalagi buat teman Jenius yang cari hal baru, dan gak se-touristy negara-negara di kawasan Asia Tenggara lainnya. 

Perjalananku ke Laos tahun 2024 bukanlah traveling pertamaku di negara tersebut. Selalu ada yang ingin membuatku datang, dan selalu ada yang pengalaman baru di tiap kunjungan.  

Sebelum berangkat, aku mempersiapkan semuanya. Khusus untuk budget persiapan traveling ke Laos, setiap bulan aku memang menyisihkan sebagian penghasilkanku untuk diinvestasikan ke Reksa Dana yang bisa dengan sangat mudah kubeli lewat Jenius.  

Kemudahan yang kudapatkan ini bikin aku lebih disiplin dalam berinvestasi dan mengumpulkan dana traveling ke Laos! 

Laos tuh kayak teman yang diam-diam punya banyak cerita seru yang apa adanya. Sesuai tagline pariwisatanya, Simply Beautiful, bagiku yang membuat Laos menarik adalah kesederhanaannya. Apa adanya, tanpa harus dibuat-buat. 

Laos adalah destinasi yang cocok dikunjungi kalau kamu pengin traveling yang slow—merasakan kehidupan dan jalan-jalan dengan tempo yang lebih lambat.  

Buat kamu yang setiap hari nyaris mengejar waktu, tergesa untuk bekerja, penuh emosi di jalan, penuh tekanan dan tuntutan yang harus dipenuhi; Laos adalah tempat yang tepat untuk merasakan hidup dalam ketenangan tanpa terasa terburu-buru. 

Aku memulai perjalanan ke Laos melalui perjalanan darat dari Kota Chiang Rai, Thailand, hingga di Kota Huay Xai, Laos 

Dari Huay Xai aku naik perahu lambat alias slow boat—selama 2 hari 1 malam untuk menuju Kota Luang Prabang, dengan transit semalam di sebuah kota kecil bernama Pakbeng. Perjalanan 2 hari menyusuri Sungai Mekong ini ternyata bukan perjalanan yang mudah. 

Terlebih, aku kebagian duduk di kursi yang keras banget. Duduk seharian di situ bikin semua badan pegal! Namun, yang bikin berkesan adalah aku dikelilingi oleh warga lokal yang tangguh.  

Aku melihat anak-anak yang bermain dan saling menghibur, nenek-nenek yang kuat menjalani hari, ibu hamil yang tetap semangat, dan keluarga kecil yang tampak kompak.  

Melihat mereka, aku tersadar kekuatan itu gak selalu datang dari kemewahan atau kenyamanan, tapi dari cara kita menghadapi hidup dengan apa yang ada.  

Pengalaman yang priceless dan mengingatkan aku untuk selalu kuat dan gak boleh lemah, apa pun situasinya. 

Tiba di Luang Prabang: Kota Budaya yang Menawan 

Luang Prabang adalah kota yang penuh dengan kuil-kuil kuno dan unsur budaya yang kental. Walau sejujurnya, aku merasakan perbedaan signifikan antara kunjunganku ke Luang Prabang di tahun 2024 dan di tahun 2019 lalu.  

Dahulu, Luang Prabang adalah salah satu destinasi yang tenang, gak ramai turis. Namun kini sudah jauh berubah menjadi kota turis yang ramai, terutama akan turis dari Asia Timur. 

Aku juga ikut Alms Giving Ceremony, tradisi memberikan makanan kepada biksu di pagi hari. Di tahun 2019 aku melakukan ini dengan suasana yang khidmat.  

Kini Alms Giving Ceremony sudah jadi aktivitas menarik bagi para turis—yang sedikit mengurangi kekhidmatannya. Di sisi lain, tentu semakin memperbanyak persembahan untuk para bikkhu (biksu laki-laki) dan mendorong perekonomian di Luang Prabang. 

Oh iya, tiap berkunjung ke Luang Prabang, aku juga mengunjungi Air Terjun Kuang Si, air terjun bertingkat yang airnya jernih banget. Cocok buat berenang dan bersantai! 

Setelah Luang Prabang, aku lanjut ke Nong Khiaw, desa terpencil yang tenang banget. Pemandangan di sini bikin aku lupa sama hiruk-pikuk kota, serta menjadi tempat yang tepat untuk “kabur” dari para turis di Luang Prabang. ✌️ 

Karena masih perdesaan, gak heran di sana masih sepi turis. Nuansanya khidmat dengan pegunungan kapur yang menjulang tinggi, sungai yang mengalir tenang, udara segar, dan warga lokal yang baik. 

Trekking di Area Ranjau Bom dan Bertualang di Vang Vieng 

Dari Nong Khiaw, aku lanjut ke Muang Ngoy, desa kecil yang dikelilingi perbukitan hijau. Di sini aku ikut trekking ke Tham Kang Cave, gua bersejarah yang dulu dipakai sebagai tempat persembunyian tentara Vietnam dan Laos selama perang. 

Yang bikin trekking ini seru adalah cerita dari local guide tentang sejarah tempat ini. Di Muang Ngoy, hingga kini masih terdapat ranjau bom yang belum meledak pascaperang. Itu sebabnya untuk trekking di area ini kamu wajib didampingi local guide. 

Setelah itu, di Vang Vieng aku mencoba berbagai aktivitas outdoor seru, mulai dari tubing dan kayaking di sungai, berenang di Blue Lagoon, sampai mendaki Nam Xay View Point 

Trekking-nya menantang, apalagi cuacanya panas dan jalannya terjal. Yang bikin makin takjub, ada beberapa keluarga lokal (termasuk nenek-nenek dan anak-anak) yang ikut naik ke puncak!  

Sementara aku ngos-ngosan, mereka malah tampak santai seolah lagi jalan-jalan di mal. Terlebih lagi, aku melihat banyak perempuan lokal yang mendaki pakai wedges! Salut banget deh lihatnya! 

Yang bikin gak kalah kaget saat sampai puncak, aku menemukan motor yang biasa dipakai buat foto-foto. Eh, ternyata plat motornya ada tulisan Indonesia 

Aku langsung semringah, ikut bangga padahal gak berkontribusi buat angkat motor itu ke atas bukit.  

Jelajahi Pakse, Permata di Selatan Laos yang Menakjubkan 

Dari ibu kota Vientiane, aku menuju Kota Pakse di selatan Laos, menggunakan sleeper bus. Awalnya aku gak mengira ada yang aneh, sampai akhirnya melihat kasur yang kutempati itu untuk dua nomor penumpang.  

Artinya, akan ada orang lain di sebelah kasurku! Kuharap gak ada orang di sebelahku, tapi ternyata seorang pria asing berbadan tinggi besar tiba-tiba menyapaku. Dialah orang yang “tidur” di sebelahku selama perjalanan ini! 

Kami menempuh perjalanan malam hari selama dua belas jam, tidur bersebelahan di kasur sempit tanpa sekat. Bisa dibayangkan bagaimana awkward-nya, kan? 

Di Kota Pakse aku mengunjungi beberapa air terjun terkenal, salah satu yang paling spektakuler adalah Air Terjun Tad Fan. Di situ ada zipline yang sangat tinggi dan menegangkan.  

Setelah berpikir lebih dari tiga puluh menit dan memesan asuransi tambahan secara online, aku pun naik zipline itu. 

Benar-benar pengalaman paling menegangkan sekaligus seru! Rasanya kayak terbang bebas, seru banget apalagi sambil menikmati pemandangan yang luar biasa.  

Di sisi lain, juga sangat menakutkan dan membuatku berpikir apakah esok masih hidup atau gak! Saat naik itu, aku menyebut nama Tuhan untuk memuji keindahan ciptaan-Nya, sekaligus menyebut nama Tuhan untuk memohon ampun kepada-Nya. 

Hal yang Perlu Kamu Siapkan untuk Traveling ke Laos 

1. Uang Tunai dalam Kip Laos

Mata uang Laos adalah Lao Kip (LAK) dan banyak tempat masih mengandalkan transaksi tunai. Di Indonesia mungkin kita akan kesulitan mencari uang tunai Kip Laos.  

Kamu bisa pakai Kartu Debit Jenius Visa untuk tarik tunai di ATM di Laos. Selama tiga minggu di Laos, aku beberapa kali melakukan tarik tunai di ATM Laos menggunakan Kartu Debit Jenius Visa. Gak pernah gagal dan penarikannya terjangkau! 

2. Riset transportasi dan itinerary

Laos punya transportasi yang cukup unik, mulai dari slow boat, sleeper bus, tuktuk, songthaew (sejenis bemo), sampai kereta cepat.  

Rencanakan semuanya dengan matang, pelajari cara mencapai satu tempat ke tempat lainnya. Taksi, ojek, bahkan tuktuk online memang tersedia tapi hanya di kota-kota besar tertentu dan dalam jangkauan jarak yang terbatas. 

3. Aplikasi Penerjemah

Di daerah yang biasa dikunjungi turis banyak penyedia jasa bisa berbahasa Inggris walau cukup terbatas dengan dialek lokal. Namun, gak jarang pula kutemui para penjual, sopir tuktuk, pelayan restoran, staf penginapan, dan lainnya, yang gak bisa berbahasa Inggris—apalagi di daerah. Jadi, tetap siap dengan aplikasi penerjemah ya. 

4. SIM Card, e-SIM, dan Paket Internet

Sebelum sampai di Laos, aku menyarankan kamu sudah punya SIM Card atau e-SIM dengan paket internet di Laos. Hal ini biar saat sampai, kamu gak mengalami kesulitan dan bisa mengakses berbagai aplikasi dan mencari informasi yang diperlukan.  

Di sana cukup sulit cari SIM Card, terutama kalau kamu masuk Laos melalui jalur darat yang tentunya ada di kota-kota kecil, dan gak melalui bandara. 

Kemudahan Pakai Jenius Selama di Laos 

Dari awal, aku sudah menabung khusus melalui reksa dana di aplikasi Jenius buat perjalanan ini. Saat di Laos, transaksi jadi lebih gampang karena aku bisa tarik tunai di ATM tanpa ribet.  

Beberapa tempat di Vientiane juga sudah bisa pakai contactless payment, jadi tinggal tap pakai Kartu Debit Jenius Visa. Bukan cuma itu, aku juga menggunakan Kartu Kredit Jenius untuk melakukan seluruh pembayaran book hotel selama 3 minggu berada di Laos.  

Pengalamanku di Laos selama 3 minggu adalah salah satu pengalaman solo traveling terbaikku.  

Laos mengajarkanku untuk tetap hidup, tetap menarik, tetap kuat; meski gak berada dalam kondisi nyaman apalagi  mewah. Aku harus bisa menikmati dan merasakan setiap momen!  

Dengan semua pengalaman ini, bagiku Laos benar-benar jadi destinasi yang gak biasa tapi worth it buat dijelajahi. Mau cari ketenangan, petualangan, atau pengalaman unik? Di Laos kamu bisa mendapatkannya! 

Jadi, kapan giliran kamu menjelajah Laos? 😉 


Artikel ini ditulis oleh Rifa Mulyawan (@rifamulyawan), Teman Jenius sekaligus Traveling Content Creator yang berfokus di Asia Tenggara. Cek artikel dari para guest writer lain pada laman Blog Jenius.
Ilustrasi pada artikel ini merupakan karya Zuchal Rosyidin, teman Jenius yang merupakan Ilustrator & Founder Kamaji Studio di Malang.

Artikel lainnya