Solo Traveling ke Vietnam: Dari Peri Baik Hati sampai Ibu-Ibu Penjual Kipas

writter Rifa Mulyawan

Kamu pernah gak membayangkan ada negara yang punya kombinasi antara alam yang cantik, sejarah yang kaya, kuliner yang autentik, dan biaya hidup ramah kantong buat para backpacker?

Menurutku ada! Dan jawabannya adalah… Vietnam!

Sebelumnya aku pernah traveling ke Vietnam dengan mengunjungi Ho Chi Minh City dan Mui Ne. Nah, pada kesempatan ini aku akan cerita ketika aku menjelajahi bagian utara yang terkenal dengan keindahan alam dan situs-situs budaya.

Kenapa Vietnam Bagian Utara?

Jawabannya adalah karena aku pengin banget merasakan Vietnam yang lebih autentik. Soalnya banyak yang bilang di sana punya keindahan alam yang luar biasa cantik.

Mulai dari Ha Long Bay yang memberikan pengalaman berlayar di atas air laut dengan dikelilingi ribuan batu kapur raksasa, Ninh Binh yang konon merupakan versi daratan dari Ha Long Bay, sampai Sapa yang punya terasering cantik. Gak lupa, Hanoi sebagai ibu kota yang penuh dengan kekayaan sejarah dan budaya.

Apalagi traveling ke Vietnam terkenal murah. Pas banget kan sama aku yang mau liburan hemat, tapi pengin tetap puas jalan-jalan?

Saatnya buka “gembok” Dream Saver, alias ambil tabungan yang sudah kusimpan untuk pergi ke Vietnam!

Itinerary Perjalanan di Vietnam

Dengan keterbatasan waktu yang bisa dilihat dari sisa jatah cuti, perlu berbagai pertimbangan untuk menentukan kota mana saja yang hendak kudatangi. Akhirnya dalam 10 hari di Vietnam, aku memilih untuk mengunjungi Nha Trang, Hanoi, Ha Long Bay, Sapa, dan Ninh Binh.

A. Nha Trang: Sensasi Mandi Lumpur

Di Nha Trang, tujuan utamaku adalah merasakan pengalaman mud bath—mandi lumpur! Mandi lumpur di Nha Trang gak ada kaitannya kok sama tren mandi lumpur yang saat itu berseliweran di live media sosial Indonesia.

Mandi lumpur di Nha Trang ini adalah salah satu aktivitas wisata unggulan sejak dulu, yang bikin kota ini banyak dikunjungi wisatawan, khususnya wisatawan lokal.

Saat masuk ke lokasi pemandian lumpur, aku melihat beberapa kolam dengan berbagai ukuran, tergantung seberapa ramai pengunjung. Karena sendirian, aku diarahkan untuk berendam di bak yang diisi air hangat dan lumpur.

Menurut keterangan di lokasi, lumpur yang dipakai adalah lumpur alami yang kaya mineral dan dipercaya bagus untuk kesehatan kulit dan bisa bikin tubuh rileks.

Aku begitu excited saat merendam tubuhku ke air lumpur. Selain menikmatinya, aku juga merekam aktivitas ini. Sayangnya, kuota internetku terbatas, jadi gak bisa live buat dapat gift deh! 😆

Selain mandi lumpur, di Nha Trang kamu bisa mengunjungi berbagai tempat menarik. Untuk pencinta sejarah dan budaya, kamu bisa mendatangi Po Nagar Cham Towers—kompleks candi peninggalan abad ke-7.

Pada malam hari, pasar malam Nha Trang juga seru banget dikunjungi, terutama untuk kulineran. Apalagi letaknya gak jauh dari pantai, jadi bisa sekalian duduk-duduk di tepi pantai.

Yang aku suka dari kota ini, banyak pilihan hotel bagus dengan pemandangan laut yang indah dengan harga terjangkau! Bahkan, aku menginap di hotel bintang 4 dengan kamar luas disertai bath tub, pemandangan laut dari kamar, memiliki rooftop pool, dan semua itu hanya dengan sekitar Rp300 ribuan!

B. Hanoi: Bertemu Peri Baik Hati

Aku melanjutkan perjalanan ke Hanoi menggunakan pesawat yang kudapatkan tiketnya dengan harga kurang dari Rp500 ribu. Sesampainya di sana, SIM Card internasional yang kubeli di Indonesia dan sudah kugunakan di Nha Trang tiba-tiba gak aktif.

Akhirnya aku sampai di Old Quarter, Hanoi, tanpa internet. Masalahnya, aku bahkan belum memesan penginapan. Jadi, setelah sampai di kawasan Old Quarter, aku sibuk mencari SIM Card lokal terlebih dulu biar bisa terhubung dengan internet.

Aku melangkah ke kios tour and travel kecil di tengah padatnya Old Quarter. Mbak penjaga sekaligus pemilik kios tersebut tersenyum menyambut kedatanganku. Setelah mengutarakan kebutuhanku, si mbak—yang kemudian kuketahui bernama Quin—memberikan penawaran harga.

Sebenarnya aku gak tau berapa harga semestinya, jadi aku bilang itu mahal dan menawar agar diberi diskon. Berdasarkan pengalamanku di Vietnam, aku gak bisa langsung percaya. Namun, setelah ia berusaha memberi pengertian hingga menunjukkan harga pembelian di e-commerce yang ternyata sama, baru aku mau untuk membelinya.

Jujur, aku trauma dengan beberapa penjual maupun penawar jasa di Vietnam. Seperti saat naik ojek online di Nha Trang, aku sempat harus bayar biaya tambahan di luar aplikasi karena sopirnya memaksa! Kejadian itulah yang bikin aku trust issue.

Setelah aku setuju dengan harga yang ditawarkan, ia memasang SIM Card hingga memastikan ponselku tersambung dengan internet. Ah, lega rasanya!

Kami pun mengobrol tentang berbagai hal, sampai ia tau aku belum memesan penginapan selama di Hanoi. Setelah bertanya berapa budget-ku dan kujawab gak lebih dari 150.000 Vietnam Dong (VND) atau sekitar Rp90.000 per malam, ia sepertinya merasa kasihan. Ajaibnya, ia merekomendasikan satu hostel tipe dormitory room di area Old Quarter yang harganya 100.000 VND (sekitar Rp60.000) per malam!

Tinggal di hostel murah bukan pengalaman baru buatku karena sering traveling dengan mode backpacker. Beruntungnya, hostel yang direkomendasikan oleh Quin ini walau murah, tetap nyaman, bersih, dan berpendingin ruangan!

Yang paling aku suka, vibes sekitarnya bikin aku merasakan suasana Old Quarter yang sesungguhnya. Terletak di gang kecil, yang kalau jalan sedikit, sudah bertemu jalanan sempit yang berisikan warung kopi di mana-mana.

Pada malam hari, aku dikejutkan dengan hal gak terduga: Jumat malam sampai hari Minggu ternyata di area Old Quarter ada car free weekend yang ramai dan seru banget!

Mulai dari jajanan, kuliner, suvenir, berbagai pertunjukan, panggung musik, karaokean bareng, hingga berdansa bersama! Bener-bener di luar ekspektasi!

Selama di Hanoi, aku mengunjungi berbagai tempat menarik:

  1. menelusuri masa lalu di Hanoi Ancient House,

  2. bengong di Danau Hoan Kiem plus Kuil Ngoc Son,

  3. nonton pertunjukan wayang air di sekitar Old Quarter,

  4. keliling Hanoi naik Hop-On Hop-Off Bus,

  5. mengunjungi Temple of Literature yang dulunya merupakan universitas tertua di Vietnam,

  6. pergi ke Hanoi Railway Street yang terkenal, serta

  7. mengunjungi Ho Chi Minh Mausoleum.

Selain memberikan berbagai informasi, Quin jadi sosok teman dekat selama aku di Vietnam. Bahkan, ia mentraktir egg coffee plus pho dan 2 kali menggratiskan jasa laundry-nya.

Aku sempat bertanya kenapa ia melakukan hal itu. Ternyata Quin bukan cuma sekadar ingin berteman, tapi juga merasa ingin membantuku. Selain itu, Quinn bilang ia ingin orang yang datang ke kiosnya merasakan kebaikan hati orang Vietnam.

Hal itulah yang kurasakan dari Quin. Ia juga bilang ingin membantu orang lain karena saat itu ia pun dalam kesusahan: usaha yang ia jalani terancam tutup karena gak sanggup bayar sewa kios yang harganya terus naik, sedangkan usahanya makin sepi.

“Yang masih bisa kulakukan saat ini adalah berbuat baik kepada orang lain,” ujar peri baik hati ini.

C. Ha Long Bay: Perjalanan Sehari yang Membuatku Makin Mencintai Solo Traveling

Ha Long Bay memang gak diragukan lagi keindahannya. Salah satu pengalaman seru di sini adalah masuk ke gua-gua tersembunyi dengan stalaktit dan stalakmit berbentuk unik. Selain itu, ada kesempatan buat kayaking. Aku pun mencoba mendayung di antara bebatuan besar yang bikin pengalaman makin dekat dengan alam.

Di tengah trip aku bertemu sesama solo traveler, pria asal Korea yang ternyata merupakan pengusaha properti. Kami saling bercerita dan bertanya mengenai sejak kapan memulai dan alasan menyukai solo traveling.

Ia bercerita kalau solo traveling yang ia lakukan sejak belasan tahun lalu adalah salah satu hal yang paling membentuknya menjadi sosok seperti sekarang. Hal itu membantunya menjadi pengusaha dan memiliki skill kepemimpinan yang lebih baik.

Solo traveling membuatku  lebih adaptif, berani ambil keputusan, dan itu berdampak positif untuk bisnis.”

FYI, meskipun bareng-bareng naik bus, perahu, bahkan kayaking; kami dikejutkan dengan perbedaan harga yang kami dapat. Harga paket tour Ha Long Bay yang ia beli di salah satu tour and travel besar di Old Quarter harganya ternyata lebih mahal 20 dolar dibandingkan paket yang kudapatkan dari Quin!

D. Ninh Binh: Sungai, Sawah, Pegunungan, Kuil, dan Ibu-Ibu Penjual Kipas

Ninh Binh adalah tempat yang sangat cantik sekaligus “menenangkan”. Tempat ini disebut-sebut mirip Ha Long Bay—tapi versi daratan. Walau demikian, kepadatannya jauh berbeda dengan Ha Long Bay yang ramai. Kota ini lebih tenang dengan nuansa tradisional yang kental.

Ninh Binh terkenal dengan kombinasi pegunungan kapur yang menjulang, sawah hijau membentang, sungai-sungai yang mengalir, dan kompleks kuil-kuil tua yang bikin atmosfer jadi makin bersejarah dan sakral. Perpaduan itu semua membuatku gampang jatuh cinta dengan kota ini.

Aku memulai perjalanan di Ninh Binh dengan menelusuri sungai dan gua di Tran An. Dengan menaiki perahu yang dikayuh oleh lelaki paruh baya yang cocok kupanggil mbah. Di perahu kayu tersebut, aku gak hanya berdua bersama mbah, tapi ada sepasang kekasih yang duduk tepat di depanku.

Aku menikmati indahnya pemandangan hijau, serta bunyi gemerecik air dan angin yang lembut. Yah, aku bisa melihat 2 sejoli itu berangkulan. Sesekali aku mendengar keluhan si mbah yang duduk mendayung di belakang.

Selain dengar ia mendumel—sepertinya karena lelah—aku juga bisa mendengar deru napasnya yang terengah-engah, mengikuti irama kayuhan yang semakin lambat dan berat. Wajar sih, selama 3 jam beliau mendayung dengan kondisi sudah gak muda lagi. 😭

Selain naik perahu di Trang An, aku juga melakukan beberapa aktivitas:

  1. bersepeda di antara hamparan sawah dan pegunungan,

  2. mendaki 500 anak tangga ke Puncak Hang Mua untuk melihat panorama Ninh Binh secara 360 derajat,

  3. mengunjungi kompleks Kuil Bai Dinh yang sangat luas dan mengagumkan, serta

  4. mendatangi Hoa Lu, bekas ibu kota kerajaan kuno Vietnam yang menyimpan banyak kuil, pagoda, dan peninggalan bersejarah lainnya.

Di Hoa Lu terdapat beberapa kuil atau pagoda bersejarah, yang dari satu kuil ke kuil lainnya bisa berjalan kaki atau naik sepeda motor. Di kuil pertama, setelah aku mengambil foto dan video, tiba-tiba ada seorang ibu-ibu yang mengikutiku sambil menawariku kipas. Aku menolak karena gak butuh. Lagi pula, harganya mahal untuk sebuah kipas: 100.000 VND (sekitar Rp60.000).

Namun, si ibu gak menyerah. Setelah sempat menghilang, ia bertemu denganku lagi di kuil kedua. Tampaknya ia memang membututiku sebagai calon potential customer.

Aku masih menolaknya baik-baik, tapi ia belum menyerah juga. Ia mulai bercerita tanpa diminta, sekilas mengenai kerajaan kuno Vietnam yang sempat jadi ibu kota di Hoa Lu. Ia bahkan berkali-kali menawariku bantuan untuk memfotoku. Berkali-kali pula aku menolaknya dengan alasan sudah membawa tripod.

Sampai akhirnya, ia berhenti sejenak, menatapku dalam-dalam, hendak menitikkan air mata. “Tolong, Kak, aku punya bayi di rumah. Aku memerlukan uang untuk beli susu.”

Dalam keheningan, ia masih menatap mataku dengan tatapan memelas. Pertahananku pun mulai goyah.

Si ibu mengembuskan napas. “Bayiku butuh susu… Kipas ini bukan sekadar barang, tapi harapan…”

Aku pun mengeluarkan uang dari dompet. “Ini, Bu, semoga bayinya sehat-sehat selalu.”

Beliau pun tersenyum semringah.

Aku melanjutkan perjalanan ke kuil berikutnya. Belum lama berada di kuil tersebut, tiba-tiba seorang ibu-ibu menghampiri, lagi-lagi sambil membawa kipas dan memasang senyuman ramah.

Seperti dèjá vu, dia mulai menawarkan kipas yang katanya dibuat dari bahan tradisional dan bagus untuk kenang-kenangan. Aku berusaha menolak, dan tentu ia membujuk dengan berbagai cara.

Setelah kuabaikan, tiba-tiba ia menatapku dengan mata sendu. “Kak, tolong. Aku punya bayi di rumah. Aku perlu uang untuk beli susu…”

Aku yang tadinya cuek, langsung menoleh. “Hah?”

Aku tersenyum dan menolak dengan halus sambil menjelaskan aku sudah beli kipas dari ibu sebelumnya.

Ia tidak menyerah, masih berusaha, tapi kali ini aku langsung meninggalkan kuil tersebut, bergegas ke kuil berikutnya. Karena cukup jauh jika berjalan kaki, aku pun memilih naik ojek.

Sampai di kuil selanjutnya, aku kembali dihampiri seorang ibu-ibu. Ia masih menawarkan kipas. Aku menunggu kata-kata apa yang keluar dari mulutnya setelah kutolak. Dan ternyata…

“Bayiku butuh susu, Kak…”

Kata-kata itu lagi! Kali ini dari ibu-ibu lain, di kuil yang lain. Wajahnya memang berbeda, tapi tatapan memelasnya tetap sama.

Aku tersenyum sumir, mencoba berlagak tenang sambil bertanya, “Ini harganya berapa?”

“Hanya 50.000 dong, Kak.”

“HAH?” Aku mendadak tersentak.

Aku tertegun, antara merasa miris dan agak “gak rela.” Di kuil pertama, harga kipas buat “susu bayi” itu 2 kali lipat dari yang ditawarkan ibu ketiga ini!  Menyesal, tapi kipas itu sudah berada di dalam tas.

Ah, Hoa Lu… tempat ini benar-benar mengajarkan cara baru buat gak mudah luluh dengan tatapan memelas!

E. Sapa: Surga Pegunungan, Sawah Terasering, dan Budaya yang Menghanyutkan

Sapa adalah salah satu permata Vietnam Utara yang menawarkan perpaduan keindahan alam dan budaya. Terletak di dataran tinggi dekat perbatasan Tiongkok, Sapa terkenal dengan lanskap pegunungan yang diselingi oleh sawah terasering serta perkampungan etnis yang masih mempertahankan tradisi mereka.

Begitu tiba di sini, kamu akan merasakan udara yang segar, suhu sejuk, dan pemandangan hijau yang bikin mata adem.

Aku berangkat ke Sapa menggunakan sleeper bus dari Hanoi, berangkat sekitar pukul 9 malam, dan tiba kira-kira pukul 3 pagi. Karena masih sangat pagi, aku bisa memilih untuk tetap tidur di bus hingga pukul 6 pagi.

Pagiku di Sapa diawali dengan berkunjung ke pasar pagi. Sejak dulu aku memang suka mengunjungi pasar pagi di kota-kota yang baru pertama kukunjungi.

Selain melihat jajanan, aku percaya kita bisa melihat gambaran suatu masyarakat daerah dari pasar pagi. Di pasar pagi Sapa ini, aku sudah mendengar “teriakan” bahkan beberapa meter sebelum masuk ke area pasar. Ramainya pasar ini menurutku menunjukkan masyarakat Sapa yang energik.

Setelah dari pasar pagi, aku bergegas ke Gunung Fansipan. Saat ke gunung yang biasa disebut Atap Indochina itu, aku naik cable car terkenal yang menawarkan panorama luar biasa. Yah, meski antrean naik cable car ketika weekend sungguh luar biasa!

Selain ke Gunung Fansipan, di Sapa kamu juga bisa mengunjungi:

  1. Desa Wisata Cat Cat Village dan Ta Van Village,

  2. coffee shop sekitar lanskap sawah terasering yang ikonik, sampai

  3. trekking menelusuri bukit, lembah, sungai, hingga hutan pinus.

Kulineran di Vietnam

Aku bukan tipe yang suka kulineran saat traveling. Tapi menurutku kuliner di Vietnam punya cita rasa unik, fresh, dan healthy.

1. Pho

Aku sempat diajak Quin ke kedai pho “paling autentik”. Letaknya di pasar tradisional yang gak jauh dari Old Quarter. Antreannya panjang, tapi worth it! Aku gak melihat ada orang asing di sana karena—mungkin—memang terkenal di kalangan warga lokal.

Rasa pho di sini berbeda dengan yang di Jakarta. Di Vietnam, khususnya di tempat-tempat yang kukunjungi, umumnya lebih light dan segar dengan sayur melimpah.

2. Banh mi

Sandwich ala Vietnam yang diisi daging, pate, dan sayur segar. Aku cicip beberapa versi, dan yang paling enak adalah yang dijual di pinggir jalan, baik di Nha Trang maupun di Hanoi. Makanan ini crispy di luar, lembut di dalam. Harganya? Sangat terjangkau.

3. Yoghurt coffee

Minuman unik yang bikin ketagihan—kopi vietnam dicampur yoghurt, jadi ada sensasi creamy sekaligus segar. Cocok banget dinikmati saat sore hari.

4. Egg coffee

Aku sempat diajak Quin ke Cafe Dinh, salah satu kafe autentik di Hanoi yang berusia puluhan tahun. Sudah pernah didatangi John Legend lho.

Sebenernya masih banyak makanan lain yang menurutku cocok di lidah. Beberapa mirip dengan jajanan di Indonesia—kue-kue nusantara yang mendapat pengaruh Tiongkok—kayak kue bantal, risol, kroket, gemblong, sampai onde-onde.

Tips Traveling di Vietnam

Setelah punya pengalaman dua kali ke Vietnam, aku punya tips nih buat kamu yang pengin traveling ke sana.

1. Bawa Uang Pecahan Kecil 

Transaksi di pasar atau warung masih dominan pakai uang tunai, jadi siapkan pecahan uang kecil di dompet khusus buat bayar-bayar biar gak ribet.

2. Gunakan Kartu Debit Jenius untuk Transaksi Aman & Praktis 

Kalau di daerah perkotaan, Kartu Debit Jenius bisa jadi andalan. Dengan fitur pembayaran contactless, aku bisa langsung bayar di kafe atau merchant besar, serta tarik tunai di ATM lokal tanpa perlu repot bawa banyak uang tunai.

3. Riset Modus Scam Sebelum Berangkat

Scam di Vietnam terkenal beragam. Pastikan kamu sudah paham modus-modusnya biar bisa langsung menolak kalau ada yang mencurigakan.

4. Siapkan Aplikasi Translate

Bahasa Inggris gak selalu dipahami di Vietnam, terutama di daerah pedesaan. Jadi, aplikasi penerjemah di HP bakal sangat ngebantu. Itu pun gak semudah itu. Saat naik perahu di Trang An, si mbah pengayuh dayung sempat berbicara kepadaku yang mana gak kupahami. Akhirnya aku memakai aplikasi penerjemah dari HP.

5. Kalau Bisa, Tawar Dulu

Sebagai orang asing, aku sering kali mengalami diberi harga lebih mahal. Tapi setelah tawar-menawar, ternyata harga bisa turun sampai setengah.

Budget untuk Traveling di Vietnam

Vietnam terkenal murah untuk traveling. Berikut rinciannya di bawah ini.

  1. Untuk makan di warung lokal, hanya memakan sekitar 20.000-50.000 VND.

  2. Untuk penginapan cukup bervariasi, tapi umumnya untuk standar yang sama, harganya bisa lebih murah dibandingkan negara-negara tetangga Vietnam. Bahkan aku menginap di hostel yang sudah berpendingin ruangan seharga 100.000 VND.

  3. Untuk tiket masuk kuil atau objek wisata juga bervariasi, yaitu sekitar 30.000-100.000 VND.

  4. Di luar tiket pesawat, dengan budget 7-8 juta VHD, aku sudah bisa keliling berbagai kota di Vietnam!

Selain itu, selama perjalanan di Vietnam, Kartu Debit Visa Jenius jadi solusi praktis buat urusan transaksi. Lewat aplikasi, aku bisa langsung melihat berapa rupiah yang terpakai setiap kali transaksi karena otomatis terkonversi. Jadi, aku gak bingung soal nilai tukar.

Bahkan, di Hanoi dan Ninh Binh banyak merchant yang sudah menerima pembayaran contactless, jadi tinggal tap tanpa perlu repot bawa banyak uang tunai. Tarik tunai di ATM lokal juga mudah banget pakai kartu ini.

Kerennya lagi, semua persiapan traveling ke Vietnam ini sudah dimulai dari awal dengan menabung di fitur Dream Saver dari Jenius. Aku sengaja bikin alokasi khusus untuk perjalanan ke Vietnam dengan menamai tabungan “Jajan Kopinya di Vietnam”.

Setiap gajian, aku punya alokasi khusus di tabungan tersebut. Kemudian setiap mau jajan kopi mahal atau kekinian, kalau gak penting-penting banget, aku selalu teringat nama tabunganku dan akhirnya memilih mengalokasikannya ke tabungan tersebut.

Selain membuatku jadi lebih disiplin dan konsisten menabung berdasarkan tujuan, ada bunga sebesar 2,5% p.a. juga yang bikin nabungnya lebih semangat, soalnya ditambahin Jenius. Pokoknya kalau urusan keuangan, sudah bisa dibantu sama Jenius, jadi waktu sampai di Vietnam, tinggal fokus nikmatin perjalanannya deh!

Lantas, kamu pengin punya pengalaman solo traveling ke Vietnam juga gak nih, teman Jenius?


Artikel ini ditulis oleh Rifa Mulyawan (@rifamulyawan), teman Jenius sekaligus Traveling Content Creator yang berfokus di Asia Tenggara. Cek artikel dari para guest writer lain pada laman Blog Jenius.
Ilustrasi pada artikel ini merupakan karya Zuchal Rosyidin, teman Jenius yang merupakan Ilustrator & Founder Kamaji Studio di Malang.

Artikel lainnya