Thailand selalu punya banyak sisi menarik, dan hal itu yang bikin aku ingin terus kembali ke sana. Namun, kali ini aku ingin berkelana ke tempat yang unthinkable, bukan Bangkok, Chiang Mai, maupun Chiang Rai yang pernah kukunjungi. Dan tempat itu jatuh pada Mae Hong Son.
Aku tau tentang Mae Hong Son karena mendengar cerita dari seorang teman. Yang bikin tertarik, setelah melakukan riset kecil, ternyata Mae Hong Son adalah kota kecil yang berada di utara Thailand. Suasananya pun tenang; wajar sih soalnya kota kecil ini dikelilingi oleh pegunungan, jauh dari keramaian. Ditambah udara sejuk dan alam yang masih alami.
Bahkan, temanku bilang warga lokal di sana jauh lebih ramah dan hangat ketimbang warga Bangkok. Ditambah lagi, ternyata gak memerlukan budget yang besar untuk traveling di kota tersebut. Untuk traveling selama 4 hari 3 malam, aku menyiapkan sekitar 4.000 baht, termasuk biaya menginap dan van pergi-pulang dari Chiang Mai. Agar lebih praktis, aku menyiapkan uang baht di tabungan Jenius sebelum berangkat ke Thailand.
Suasana yang tenang, masyarakat yang ramah, alam yang luar biasa, serta budget yang terbilang terjangkau itulah yang jadi alasanku pengin ke Mae Hong Son dan menjadikan kota kecil ini bucket list. Dengan keindahan dan keunikan Mae Hong Son, aku merasa ini adalah tempat yang tepat untuk menemukan unthinkable destination dengan pengalaman berbeda.
Namun ternyata, baru menuju kota kecil ini saja sudah ada drama…
Perjalanan menuju Mae Hong Son bisa ditempuh dengan berbagai cara. Selain melalui penerbangan langsung dari Bangkok, biasanya wisatawan pergi menuju kota ini dengan cara yang lebih hemat sekaligus lebih seru: menggunakan minivan yang berangkat dari Terminal Chiang Mai.
Perjalanannya memakan durasi sekitar 6 jam. Aku bersama seorang teman berangkat dari Terminal Chiang Mai pukul 3 sore, jadi seharusnya pukul 9 malam sudah sampai. Namun, namanya juga hidup, tentu kerap terjadi hal-hal di luar rencana, termasuk traveling kami kali ini.
Di tengah jalan, perjalanan kami terhenti. Ternyata ada kecelakaan: terdapat sebuah lorry besar yang tergelincir sampai menghalangi jalan. Tentu butuh waktu gak sebentar untuk lorry itu untuk dievakuasi, yang membuat kami stuck 2 jam lebih.
Walau pada akhirnya para penumpang van bisa melanjutkan perjalanan ke Mae Hong Son, kejadian itu membuat kami tiba di kota tersebut sekitar pukul 23:30 (2,5 jam lebih lama dari seharusnya).
Lalu, tiba-tiba sopir minivan gak bisa antar sampai tujuan karena sudah larut malam. Waduh! Aku dan temanku pun turun di lokasi yang jaraknya masih sekitar 3 kilometer lagi dari penginapan.
Masalahnya, di daerah ini kalau sudah lewat dari pukul 21:30 tuh sudah gak ada kehidupan alias gak ada ojek ataupun angkutan umum! Dengan terpaksa kami berdua berjalan kaki.
Situasi saat itu benar-benar gelap, dengan jalanan yang naik-turun, sepi, bahkan berkabut. Kami berjalan di satu jalur panjang perkampungan, bahkan ada keadaan saat kami gak melihat rumah warga di kiri-kanan. Horornya lagi, gak ada lampu jalan, hanya lahan kosong!
Tentu saja kami gak berani untuk melihat dengan saksama ada apa saja di lahan tersebut. Walau sempat terdengar beberapa kali ada gonggongan anjing yang membuat kami panik sekaligus merinding, aku tetap merasa bersyukur karena gak dipertemukan dengan hantu-hantu yang pernah kulihat di film horor Thailand ataupun penculik pekerja paksa! Ih, amit-amit. 😭
Setelah melewati horornya jalan, akhirnya kami sampai di penginapan. Namun, ternyata masalah seperti belum selesai! Penginapannya sudah tutup.
Karena lelah dan ingin segera beristirahat, kami berusaha memanggil pemilik atau pekerja yang ada di penginapan. Kami setengah berteriak, “Halo! Halo!”
Sayangnya, gak ada yang menyahut. Hingga sekitar 15 menit kemudian ada salah seorang tamu yang ke luar kamar karena sepertinya merasa terganggu dengan suara kami. Setelah kami meminta maaf dan menjelaskan apa yang terjadi, tamu—yang ternyata asal Belanda—tersebut menunjukkan di mana kamar pemilik penginapan ini.
Kami mengetuk-ngetuk pintu dan jendela kamar yang dimaksud. Perlu waktu 10 menit untuk akhirnya ibu pemilik penginapan terbangun dan membuka pintu. Dengan muka ngantuk dan bahasa Inggris terbata, ia terlihat sangat kaget setelah tau kami jalan kaki 3 kilometer dari pusat kota tengah malam gini.
Lucu sekali melihat wajah terkejutnya saat itu. Agak kasihan sebenarnya, membuatnya bangun pada tengah malam dan mengantarkan kami ke kamar. Tapi kalau dipikir-pikir yang seharusnya lebih dikasihani kan aku dan temanku. 😢 Setelah bersih-bersih, kami pun beristirahat.
Keesokan paginya, aku kembali terkaget-kaget karena tiba-tiba ada seorang pria berperawakan seperti artis di depan kamar kami. Ia mengetuk pintu dan mengajak kami untuk bepergian dengan mobilnya. Bakal ada drama apa lagi ini? batinku saat itu.
Saat aku masih kebingungan sambil mengecek ke temanku apakah ia menyewa jasa tour guide, gak berselang lama, kamar kami dihampiri oleh ibu pemilik penginapan. Beliau memperkenalkan pemuda tersebut—yang ternyata adalah anaknya—kepada kami. Oooh…
Tampaknya karena kasihan, ibu pemilik penginapan meminta anaknya, yaitu P’Ton, untuk membantu kami yang kebetulan saat itu ingin mencari tiket van (untuk pergi ke destinasi berikutnya), serta mengantarkan kami ke pusat kota. Bahkan, setelah seharian aku dan temanku mengeksplor beberapa tempat di Mae Hong Son. P’Ton menjemput kami pada malam hari, bersama istri dan anaknya pula! Duh, baik banget!
Beberapa hari bereksplorasi di Mae Hong Son membuatku yakin tempat ini jadi salah satu destinasi yang paling berkesan di Thailand. Aku pun sudah merangkum buat Teman Jenius beberapa tempat yang wajib dikunjungi di Mae Hong Son!
Wat Phra That Doi Kong Mu adalah kuil di atas bukit dengan arsitektur yang terpengaruh budaya Myanmar. Kalau ke sini, siap-siap kaki pegal karena bakal jalan mendaki terus.
Tenang, rasa letih akan terbayar lunas dengan pemandangan kota yang luar biasa dari atas bukit. Selain bisa menikmati matahari terbenam yang cantik, di sini juga bisa melihat kabut tipis yang bikin suasana jadi dreamy. Pas banget buat kabur sejenak dari segala kebisingan dunia. Peaceful vibes all the way! 😍
Ban Rak Thai adalah salah satu tempat favoritku di Mae Hong Son. Desa kecil yang terletak di dekat perbatasan Myanmar ini dikelilingi kebun teh yang luas. Di sini kamu bisa menikmati secangkir teh hangat sambil menikmati pemandangan hijau yang menyejukkan mata.
Selain itu, kamu bisa naik perahu tradisional bergaya khas Tiongkok di danau. Psst… kalau mau lebih seru, coba jalan kaki sampai perbatasan Myanmar seperti yang aku lakukan (lebih lanjut nanti aku ceritakan di bawah). Tapi risiko ditanggung sendiri, ya! 😆
Teman Jenius suka pemandangan alam yang bikin hati adem, Pang Oung adalah tempatnya. Danau ini sering disebut sebagai “Swiss of Thailand” karena keindahannya yang luar biasa.
Pagi hari adalah waktu terbaik untuk berkunjung, saat kabut tipis mengambang di atas danau, dan udara sejuk pegunungan membuat suasana jadi makin sempurna. Oh iya, kalau mau menikmati sunrise di sini, jangan lupa pakai pakaian tebal ya, soalnya dingin banget!
Gua terbesar di Thailand, Tham Lod, adalah salah satu highlight perjalananku di Mae Hong Son. Gua ini bisa dijelajahi dengan rakit bambu, dan di dalamnya kamu akan menemukan formasi stalaktit dan stalagmit yang menakjubkan. Rasanya seperti masuk ke dunia lain yang tersembunyi di balik kegelapan. Yang bikin lebih seru lagi, pada sore hari ribuan kelelawar akan keluar dari gua, menciptakan pemandangan yang gak terlupakan.
Bagi para pencinta adrenalin, Pai Canyon wajib dikunjungi. Trekking di atas tebing curam dengan pemandangan alam yang menakjubkan di sekitar kamu akan membuat jantung berdetak lebih kencang.
Waktu yang paling pas? Sunset, pastinya. Saat sunset sudah di atas ya, bukan saat menjelang sunset masih mendaki. Aku masih ingat sebegitu magical-nya momen saat menikmati sunset di atas tebing-tebing curam ini. Oh iya, saranku sih jangan sampai kemalaman, nanti kalau sudah gelap bakal susah turunnya.
Nah, salah satu momen paling menegangkan tapi berkesan juga selama di Mae Hong Son adalah ketika aku memutuskan untuk jalan kaki ke perbatasan Thailand-Myanmar di Ban Rak Thai.
Awalnya sih aku merasa ragu karena daerah di seberang perbatasan, Shan State di Myanmar, adalah daerah konflik. Terlebih lagi temanku gak mau ikut. Jadi ya aku sendirian.
Setelah berpikir untuk membatalkan rencanaku di tengah rasa penasaran yang membara, aku bertemu seorang ibu relawan (pembantu pengungsi warga Myanmar di Thailand) asal Malaysia yang ternyata juga kepingin ke perbatasan. Akhirnya, kami berangkat bareng berdua.
Setelah bertanya ke warga sekitar, mereka bilang jalan kaki ke perbatasan itu aman selama kami gak menginjak tanah Myanmar. Baiklah, berbekal keyakinan dan rasa penasaran, kami pun jalan kaki menuju perbatasan.
Dan bagaimana suasananya?
Hening, sepi, dan… sedikit menyeramkan. Gak ada apa-apa di sepanjang jalan kecuali tanah kosong dan pohon-pohon besar. Aku pun mulai berpikir aneh-aneh, Gimana kalau tiba-tiba muncul hewan buas? Atau… ada peluru nyasar?
Akhirnya setelah 10 menit berjalan kaki, kami sampai di perbatasan. Dan… gak ada apa-apa! Ya ada sih, tapi hanya berupa pos kosong, sebuah motor tanpa pemilik, dan handuk yang tergantung di dalam pos.
Dalam bayanganku, seharusnya ada petugas, tentara, ataupun tanda pembatas yang lebih “proper”. Namun, itu semua gak kami temui. Saat tengah berfoto-foto, eh tiba-tiba, seorang perempuan datang naik motor sambil membawa kapak besar. Iya, kapak! Jelas kami kaget, tapi untungnya dia cuma penduduk lokal yang lewat. Fiuh… aman deh!
Perjalanan ke Mae Hong Son memang gak biasa, tapi itulah yang membuatnya menarik. Bagi kamu yang suka petualangan sekaligus mencari ketenangan, Mae Hong Son menawarkan keduanya dengan porsi yang pas. Mae Hong Son memberiku pengalaman gak terlupakan—campuran antara ketenangan alam dan kejutan kecil di setiap sudut.
Lalu bagaimana dengan akomodasi dan biaya makan di sana?
Tentu akan sangat tergantung pada gaya traveling dan tingkat kenyamanan yang kamu inginkan. Buatku, 4.000 baht yang kusiapkan di awal ternyata sudah lebih dari cukup untuk traveling selama 4 hari di sana. Di Mae Hong Son banyak akomodasi bertipe guest house dan bisa kamu temukan mulai harga sekitar 500 baht per malam (sekitar Rp250.000).
Kalau aku, menginap di Baan Phutadol Guest House yang punya area cantik di pinggir kota, dengan rate sekitar Rp500.000 per malam. Masih tergolong affordable, apalagi saat itu aku berdua bersama teman.
Makan di warung lokal pun sangat terjangkau, hanya sekitar 40-70 baht sekali makan. Yah, ada juga sih yang harganya 100 baht atau lebih, tergantung kamu makan apa dan di mana. Begitu pula dengan kafe-kafe yang ada di sekitar sini, harganya bisa setengah dari harga umum kafe-kafe hits di Bangkok.
Selain menyiapkan uang tunai, seperti kusampaikan di awal tadi, sebelum berangkat ke Thailand, aku juga beli baht Thailand di aplikasi Jenius. Hal ini sangat membantu karena aku gak perlu khawatir soal rate tiba-tiba naik saat ingin bertransaksi di Thailand. Karena baht-nya sudah ada di “tabungan”, jadi lebih tenang.
Gak tuh ada pusing mikirin, “Aduh, rate transaksi ini kena berapa ya?” Soalnya semua sudah aman duluan. Kalau butuh uang tunai tambahan, tinggal tarik di ATM lokal berlogo Visa dengan Kartu Debit Jenius. Lancar-lancar lho semuanya!
Selain itu, sebelum aku tiba di Mae Hong Son dan di Chiang Mai, yakni saat di Bangkok, mau naik MRT tinggal tap aja, gak perlu ribet antre beli tiket setiap kali naik. Simpel banget, kan? Nah, yang bikin aku kaget tuh, di Mae Hong Son, yang notabene daerah terpencil, beberapa merchant, kayak minimarket dan restoran, ternyata udah ada yang bisa pembayaran contactless!
Aku sama sekali gak nyangka bakal semudah ini. Jadi, kalau mau jalan-jalan ke Thailand, terutama buat Teman Jenius, gak usah khawatir. Transaksi di merchant yang menyediakan transaksi contactless bisa kita lakuin pakai Kartu Debit Jenius dengan smooth kok!
Jadi, kamu tertarik gak nih berpetualang di Mae Hong Son?
Artikel ini ditulis oleh Rifa Mulyawan (@rifamulyawan), Teman Jenius sekaligus Traveling Content Creator yang berfokus di Asia Tenggara. Cek artikel dari para guest writer lain pada laman Blog Jenius.
Ilustrasi pada artikel ini merupakan karya Zuchal Rosyidin, teman Jenius yang merupakan Ilustrator & Founder Kamaji Studio di Malang.