Menghabiskan Weekend di Geneva, Swiss

writter Deta Ayudhia

Saat itu aku sudah dua minggu berada di Milan (Italia) untuk liburan sekaligus bekerja. Jauh dari Indonesia selama dua minggu, ternyata lidahku sudah kangen dengan makanan Tanah Air tercinta.

Sayangnya, di Milan aku sangat kesulitan menemukan restoran Indonesia. Nah, kebetulan aku punya teman yang tinggal dan bekerja di Geneva (Swiss) dan dengar-dengar ada restoran Indonesia yang enak di sama. Apa aku ke sana saja, ya? 

Meski memang sangat random, akhirnya aku memutuskan pergi ke Geneva hanya karena kepingin makan makanan Indonesia.  

Terdengar gila? Kalau dipikir-pikiriya sih. Tapi aku memang sudah berencana kalau liburanku di Eropa selama satu bulan ini tanpa ada itinerary alias serbaspontan. 

Tanpa pikir panjang aku pun memesan bus melalui salah satu aplikasi andalan selama aku di Eropa: FlixBus! Aplikasi ini membantuku selama berada di Eropa. Bayarnya pun mudah: bisa pakai kartu oranye kesayanganku selama bepergian: Kartu Debit Jenius!

#Jalan2Jenius dari Milan ke Geneva

Tepat pukul 12 siang waktu Milan, setelah seluruh pekerjaan kantor di Indonesia beres, aku pergi ke terminal bus dan memulai perjalanan. Selama perjalanan aku gak tidur. Gimana mau tidur kalau sepanjang jalan pemandangannya terlalu indah dan bikin bengong?  

Yup, aku selalu duduk di window seat ketika berkendara saat liburan soalnya aku suka banget melihat pemandangan dari balik kaca. Also, it brings in the much needed sweet mementoes while traveling in local trains and buses. Plus I get to capture photographs like these. 

pegunungan Mont Blanc, Chamonix

Bus yang aku naiki ternyata melewati barisan pegunungan Mont Blanc, Chamonix yang masih bersalju. Aku—yang belum pernah sekali pun main saljumelihat salju dari dalam bus aja sudah merasa bahagia. Gak lupa, tiap sudut jalan kuabadikan dengan memfoto. Dalam hati aku berharap agar segera bisa main salju—di mana pun itu. AMIN!!! 

Bus sempat berhenti di salah satu kota kecil di area Chamonix. Penumpang bisa turun sekitar 10 menit untuk istirahat. Cuaca yang dingin nyaris minus membuat tanganku terasa agak beku. Tapi aku tetap memilih untuk mengabadikan momen di desa itu. Soalnya cantik banget! 

Setelah 10 menit, bus kembali melanjutkan perjalanan ke Geneva. Total perjalanan yang aku tempuh sekitar 5 jam dan aku gak bosan sampai-sampai gak terasa sudah tiba di pemberhentian terakhir, Kota Geneva.  

Bus berhenti di tengah kota dekat dengan sungai Geneva yang terkenal itu. Tempat tinggal temanku dari pemberhentian bus gak terlalu jauh, aku cukup naik bus kota satu kali dan jalan sedikit, lalu sampailah aku di sana. Temanku pun sudah menunggu kedatanganku. Ah, rasanya senang banget bertemu dengannya setelah hampir 3 tahun!

Bali Palace: Restoran Sop Iga!

Setelah berunding, kami memutuskan untuk makan malam di Bali Palace. Jalan kaki di tengah cuaca dingin dan berangin pada malam hari gak menyurutkan niat kami ke sana.  

Sepanjang jalan pikiran kami cuma takut restoran itu sudah tutup atau habis karena selalu ramai pengunjung. Untunglah kami sampai tepat sebelum Bali Palace tutup. Aku memesan sop iga yang ternyata punya porsi besar! Sementara itu, temanku memesan soto betawi.  

Bali Palace

Kami makan sambil bertukar cerita selama di restoran. FYI, pemilik Bali Palace ramah banget! Selain makanannya enak, service mereka pun jempolan, ramah khas Indonesia karena memang pemiliknya orang Indonesia asli. 

Selesai makan, aku baru ingat Swiss punya mata uang asing berbeda dari beberapa negara Schengen lainnya: Swiss Franc (CHF). Aku yang selalu ditemani Jenius selama traveling pun gak perlu pusing untuk bertransaksi. Di sana pembayaran di merchant cukup mudah, hanya cukup menempelkan kartu debit di mesin.  

Sejak ada Jenius, semua transaksi yang aku lakukan, apa pun dan di mana pun, cukup menempelkan Kartu Debit Jenius Contactless ke mesin merchant. Voila! Semua beres gak pakai ribet. 

Shopping di Geneva City Square

Sabtu, hari kedua di Geneva, kami mulai jalan agak pagi karena berencana ke city square untuk membeli beberapa barang. Mulai dari jalan ke arah danau untuk melihat Jet d’Eau (one of the largest fountains in the world), tapi ternyata hari itu fountainnya gak menyala.

Kemudian kami melewati The Flower Clock (L’Horloge Fleurie) yang bunganya lagi bermekaran warna-warni, lalu melanjutkan jalan-jalan santai ke Old Town Place du Bourg-de-Four alias city square Geneva. 

Sesampai di city square kami memulai kegiatan wajib alias shopping! Aku pun sama sekali gak merasa kerepotan. Di Swiss dan negara Eropa lain banyak banget tempat belanja, restoran, atau tempat umum lainnya yang menggunakan metode pembayaran cashless alias cuma perlu tap kartu.  

Makanya, Kartu Debit Jenius sangat membantuku selama bertransaksi di Swiss dan negara-negara Eropa lain yang kukunjungi. Tinggal tap di mesin EDC, kemudian aku gak perlu menghitung uang tunai dari dompet!  

Memang sih masih ada kios kecil seperti yang menjual suvenir dan street food yang masih mengharuskan bayar menggunakan cash. Tapi no worries, aku bisa mengambil cash dari ATM berlogo Visa di mana pun dengan kurs yang sangat bagus.  

Semua barang yang kami cari sudah ada di tangan. Kami pun memutuskan untuk bersantai sampai waktu makan malam tiba karena kelelahan. Akhirnya kami kembali ke Square des Alpes sekitar danau dan nongkrong di salah satu kafe sambil menikmati cokelat panas.  

Suasana tenang dan hawa dingin ditemani secangkir cokelat panas merupakan kombinasi yang sangat nikmat. Hal ini membuatku berpikir, Jalan-jalan ke tempat yang jauh, berdiam diri di suatu tempat sambil menikmati keindahan sekitar sendirian, makan makanan yang aku suka semaukuapa ini yang memang kuinginkan? Apa ini hidup yang kamu mau, Det?” 

Lantas, aku langsung menjawab ke diri sendiri, “Ya, ini hidup yang sebenarnya aku inginkan.”  

Sekadar informasi, harga berbagai barang di Geneva memang cukup mahal dibandingkan negara-negara lainnya di Eropa. Namun, gak masalah. Selama Kartu Debit Jenius milikku masih bisa di-tap, itu artinya jatah jajan harianku masih ada.  

Aku memang sengaja untuk mengatur sendiri berapa banyak yang bisa kugunakan untuk seharian. Selain itu, aku juga bisa lihat history pengeluaranku di aplikasi Jenius dengan mudah. Jadi, aku bisa tau dengan rinci budget yang kukeluarkan untuk makanan dan belanja saat itu. 

Tower St. Peter’s Cathedral dan Markas Besar PBB

Hari ketiga, aku dan temanku memutuskan untuk gak berbelanjatapi tetap jajan. 🙃 Kami fokus menjelajahi kota Geneva dari area old town hingga Markas Besar PBB!  

Sebelum memulai hari, kami sarapan dan makan siang di apartemen. Kami masak masakan Indonesia dan makan agak banyak karena nanti akan berjalan kaki dan naik ke Tower St. Peter’s Cathedral yang lumayan tinggi. Konon kita bisa melihat the most beautiful view of Geneva and the lake from the top of the Cathedral’s towers.  

Sesampainya di katedral, kami membeli tiket on the spot dan seperti biasa semua transaksi aku lakukan dengan menggunakan Kartu Debit Jenius Visa Contactless cukup sekali tap. 

Tiket sudah di tangan dan kami bergegas masuk ke katedral. Di dalam sedang ada ibadah Minggu. Kami lanjut naik pelan-pelan karena aku dan temanku memakai sepatu agak tinggi. Setelah beberapa menit dengan penuh drama kaki kesakitan, sampai juga kami di atas.  

Dan benar, pemandangan dari atas memang sangat indah! Kami bisa menikmati keindahan Geneva yang tenang tanpa dikejar deadline kerjaan.  

Aku bisa melihat Jet d’Eau yang begituhiduphari itu dari atas sini. Aku pun bisa melihat pemandangan kota dengan barisan pegunungan di belakangnya, juga mengintip kota tua Geneva dari balik jendela katedral.  

Sungguh pengalaman yang gak bakal aku lupakan. Kalau berkunjung ke Geneva, jangan lupa coba naik ke tower St. Peter’s Cathedral ya. Soalnya bagus banget! 

tower St. Peter’s Cathedral

Puas menikmati pemandangan dari tower, kami beristirahat sebentar di salah satu kafe sambil berjemur karena mulai kedinginan. Cuaca saat itu -1 derajat, tapi untungnya matahari bersinar, jadi kami masih bisa menghangatkan diri dengan berjemur di beranda kafe. 

Dua puluh menit berlalu, badan sudah menghangat. Kami pun sudah menandaskan makanan serta minuman. Kami pun berniat untuk melanjutkan perjalanan menuju destinasi terakhir, yaitu Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 

Sebagai lulusan jurusan Hubungan Internasional, aku dan temanku merasa wajib (paling gak sekali) berkunjung ke tempat yang selama kuliah selalu disebut-sebut namanya PBB.  

Sepanjang jalan banyak sekali spot bagus untuk foto-foto. Tapi, karena lebih suka memfoto, aku pun memfoto temanku; wah, seru dan happy banget bisa dapet banyak foto bagus!

Aku akhirnya melihat sendiri Broken Chair, bisa berdiri di depan Markas Besar PBB yang selama ini cuma aku dengar namanya, sampai bisa makan dan jajan enak selama di Geneva. Pastinya, semua jadi lebih mudah dan hassle-free sejak ada Jenius. 

Maka, berakhirlah weekend getaways aku di Geneva. Kalau boleh jujur, aku suka banget Geneva dengan segala keindahan, ketenangan dan “kemahalan”-nya.  

Anyway, masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Wish aku masih berisi tentang rencana ke Inggris untuk liburan selanjutnya. Meskipunsampai sekarang masih belum kejadian, tapi aku sudah menabung di Dream Saver untuk mewujudkan impianku itu.  

Semoga impian yang sudah kutentukan ini bisa tercapai segera dan bisa #Jalan2Jenius di Inggris! Dan semoga aku bisa melakukan semua hal yang memang aku mau dan inginkan tanpa ada paksaan dari sekitarku. AMIIIN! 


Artikel ini ditulis oleh Deta Ayudhia, teman Jenius yang berprofesi sebagai Content Manager dengan hobi traveling. Cek artikel dari para guest writer lain pada laman Blog Jenius.

Artikel lainnya