Kesehatan Mental & Finansial: Kunci Hidup Seimbang

writter Imelda Tarigan

Susan sering mengeluh pusing, lalu memutuskan pergi ke dokter untuk memeriksakannya. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa tingkat kolesterolnya tinggi. 

Dokter pun menganjurkan Susan untuk menjalani diet dengan mengurangi minyak, memilih makanan rendah lemak, dan rutin berolahraga. Namun, apakah anjuran tersebut akan mudah ia jalankan?

Awalnya, Susan berusaha patuh pada anjuran dokter. Namun, beberapa minggu kemudian, tingkat stres kerja yang tinggi membuatnya kembali mencari makanan enak yang berlemak dan berminyak—dengan alasan untuk meredakan stres.

Lagi-lagi karena alasan stres kerja, Susan lebih pilih nonton film daripada olahraga. Hasilnya, tentu saja kolesterol tetap tinggi dan ketergantungan pada obat kolesterol. 

Sama halnya dengan Danu yang mengalami masalah finansial. Ia sebenarnya sudah banyak mendengar cara mengatur uang yang baik, mulai dari media sosial, berbagai webinar, literatur, hingga konsultasi dengan perencana keuangan. Tapi, ia tetap sulit memperbaiki keadaan keuangannya dan terjebak dalam utang.

Bukan karena penghasilannya berkurang, tapi karena Danu sulit mengendalikan pengeluaran dengan alasan stres kerja. Sedikit-sedikit Danu merasa butuh “healing”, belanja, dan memenuhi berbagai keinginannya. Akibatnya, terjadilah financial stress.

Kesimpulannya, Susan dan Danu mengalami hal yang mirip karena hanya mengutamakan kesenangan sesaat dan mengabaikan yang baik untuk kesehatan dan finansial.

Sehat Mental = Sehat Keuangan

Dari cerita Susan dan Danu, faktanya memang manusia diciptakan dengan insting untuk mencari kesenangan. Seiring berkembangnya kehidupan sosial dan pengaruh lingkungan, manusia pun cenderung mencari kekuasaan, terutama untuk menghasilkan kesenangan.

Dalam realitas kehidupan yang jauh dari sempurna, maka keinginan untuk senang dan berkuasa ini sering kali menemui banyak hambatan sehingga menghambat pemuasan dorongan untuk bersenang-senang dan berkuasa. 

Kondisi dorongan yang tertahan ini menimbulkan rasa gak menyenangkan; seperti emosi negatif, ketegangan (tension), sampai kecemasan (anxiety). Jika terakumulasi dengan berbagai kekecewaan, akan menimbulkan emotional exhaustion.

Dalam situasi emotional exhaustion, manusia memiliki kemampuan untuk membuat defense mechanism (pertahanan diri), yaitu strategi reaksi di alam bawah sadar untuk menghadapi kecemasan atau ketegangan psikis agar image diri tetap terjaga. 

Setiap orang memiliki strategi pertahanan diri yang unik. Artinya, untuk menghadapi suatu masalah yang sama, setiap orang bisa memilih tindakan yang berbeda.

Salah satu contohnya, Tanti dan Tanto sama-sama mengalami keadaan emotional exhausted akibat diselingkuhi oleh mantan pasangannya yang memilih orang lain yang terlihat lebih kaya.

Tanti bereaksi dengan giat menabung untuk menjadi orang kaya dan menunjukkan pada sang mantan bahwa ia juga bisa kaya.

Sedangkan Tanto memilih berutang untuk membeli barang-barang mahal untuk dipamerkan di depan sang mantan seolah berkata: “Aku juga bisa kaya kok!”.

Pola reaksi dan pengambilan keputusan yang unik ini juga yang diterapkan dalam pengambilan keputusan mengenai keuangan. Masalah finansial yang biasa dialami bukan karena gak punya penghasilan, tapi disebabkan oleh kondisi kesehatan mental yang berada dalam masalah. 

Dari contoh Tanti dan Tanto di atas, kita bisa melihat kekecewaan merasa dikhianati bisa memengaruhi keputusan tentang cara memperlakukan uang. 

Misalnya, dalam laporan keuangan Tanti, jumlah tabungannya memang meningkat. Namun, Tanti jadi cenderung pelit demi menambah tabungan, yang belum tentu mencerminkan kondisi mental yang sehat. Lalu, karena terlalu fokus pada menabung, kualitas hidup Tanti justru menurun. Selain itu, Tanti gak belajar berinvestasi dan gak tau pentingnya beli produk proteksi. Akibatnya, jika Tanti sakit atau mengalami hal darurat, ada risiko tabungannya bisa habis.

Di sisi lain, Tanto yang berutang sudah pasti akan menuai masalah kalau utangnya jadi lebih besar dari kemampuannya untuk membayar. 

Jadi, sebaiknya keputusan keuangan yang sehat harusnya lahir dari kondisi mental yang sehat. Sehingga mempertimbangkan semua aspek yang terkait dengan keuangan dengan rasional. 

Kenali Masalah Kesehatan Mental

Apa ciri-ciri seseorang sedang mengalami masalah kesehatan mental?

Sebenarnya, setiap manusia pasti mengalami stress atau kecemasan. Di sisi lain, stres dan kecemasan pada taraf yang sehat justru penting untuk menimbulkan motivasi positif—bekerja lebih baik, belajar lebih banyak, maupun memperbaiki kesalahan.

Tapi pada kadar yang ekstrem, kecemasan justru dapat menimbulkan gangguan kesehatan mental. Biasanya, orang yang mengalami masalah kesehatan mental berat yang butuh bantuan profesional akan mengalami gejala berikut, yakni:

  • Sangat sensitif, mudah tersinggung. Candaan yang buat orang lain tertawa malah membuatnya mengamuk atau menangis.

  • Selalu curiga, merasa seolah seluruh dunia berusaha mencelakakannya.

  • Susah tidur atau insomnia.

  • Mengalami keluhan fisik yang akut misalnya sering merasa lelah, sakit lambung, pusing, dan lainnya.

  • Gak ada ide, kreativitas, atau kemauan untuk bekerja.

  • Gak ada nafsu makan atau justru gak bisa berhenti makan sama sekali.

  • Sering merasakan halusinasi.

  • Bertindak impulsif dan berlebihan.

Dalam keadaan gangguan kesehatan mental, bagaimana mungkin seseorang mampu secara rasional untuk mengendalikan anggaran, menganalisis investasi, atau bahkan untuk menolak tawaran utang?

Kondisi yang membutuhkan penanganan profesional ini tentu saja membutuhkan juga biaya. Biaya bantuan profesional ini juga beragam, tapi jika keadaan keuangan lagi gak berlebihan, maka penangan kesehatan mental bisa menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan. Ada fasilitas untuk konsultasi dan konseling dengan psikolog dan psikiater, sampai fasilitas rehabilitasi mental.

Makna Hidup: Kunci dari Kesehatan Mental dan Finansial

Dalam pembahasan psikologis, ada satu hal yang sangat penting yang menjadi hal penting dalam kesehatan mental, yaitu makna hidup.

Kalau insting dan kontrol menimbulkan anxiety atau kecemasan, maka makna hidup akan memberikan pencerahan pada kecemasan itu sendiri. Sehingga, kecemasan dapat dianggap sebagai suatu proses yang dapat dilewati demi mencapai makna kehidupan.

Orang yang mempunyai makna hidup akan lebih mudah mendamaikan konflik antara insting dan kontrol, emosi dan rasio, serta antara keinginan dan hambatan. Sehingga dalam kenyataan hidup yang mengecewakan, semangat untuk meraih makna hidup akan memberikan kekuatan untuk ikhlas menjalani kesulitan.

Contohnya, dalam kasus Susan yang memiliki kolesterol tinggi tadi. Jika Susan meyakini kalau menurunkan kolesterol akan membuatnya lebih sehat dan produktif, maka motivasi ini akan semakin kuat.

Demikian juga Danu, yang memaknai hidupnya sebagai tanggung jawab untuk memberikan pendidikan terbaik bagi anaknya. Kalau sadar stres keuangan dapat membebani keluarganya, ia akan lebih mudah berpikir panjang sebelum berutang dan menahan godaan untuk healing atau shopping.

Meski harus menunda kesenangannya, Danu dapat menjalaninya dengan lebih mudah karena tujuannya untuk meraih makna hidup sebagai ayah yang bertanggung jawab. Ia sadar bahwa meskipun bukan kemewahan yang diberikan pada anaknya, hidup yang selaras dengan rezeki yang Tuhan berikan adalah hidup yang penuh makna.

Untuk Tanti dan Tanto yang sedang kecewa dengan kenyataan hidup, mereka pun lebih mudah untuk melewatinya secara bijaksana jika mereka mampu memaknai kehilangan pasangan sebagai kenyataan yang akan memberikan makna hidup lebih indah nantinya.

Jika mereka menghayati kegagalan ini sebagai jalan untuk bertemu pasangan yang lebih jujur dan gak menuntut materi, maka hidup mereka akan lebih damai. Gak terlillit utang, gak terobsesi menabung berlebihan, juga gak mengalami masalah kesehatan mental.

Dengan kondisi mental yang lebih sehat, mereka pun dapat menata keuangan dengan lebih sehat juga. Mereka akan mampu menerapkan teori-teori perencanaan keuangan yang sehat dengan objektif dan terukur.

Bagi Tanti dan Tanto yang sedang kecewa, dengan menghayati kegagalan ini sebagai jalan untuk bertemu pasangan yang lebih jujur dan gak berfokus pada materi, hidup mereka akan menjadi lebih damai—terhindar dari utang, obsesi menabung yang berlebihan, dan masalah kesehatan mental.

Dengan kondisi mental yang lebih sehat, mereka pun bisa menata keuangan dengan lebih baik. Mereka akan mampu menerapkan teori perencanaan keuangan yang sehat secara objektif.

Untuk cari tau lebih lanjut informasi mengenai mental dan finansial, cek video Money Language Co.Create ON Stage berikut, ya!


Artikel ini ditulis oleh Imelda Tarigan, teman Jenius yang berprofesi sebagai Certified Financial Planner di OneShildt Financial Independence. Cek artikel dari para guest writer lain pada laman Blog Jenius.

Artikel lainnya